JAKARTA - Upaya pemulihan ekonomi yang dilakukan antara pemerintah pusat dan daerah (pemda) tidak sinkron. Indikasi tersebut terlihat dari eksekusi belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) belum optimal.

"Efektivitas dorongan kebijakan APBN dan daerah (APBD) belum sinkron. Pusat mendorong namun daerah justru berhenti. Ini dampak ke perekonomian tidak optimal," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Kongres Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia (AAIPI) 2021 di Jakarta, Selasa (23/11).

Sri Mulyani menyebutkan realisasi belanja APBD per akhir November baru mencapai 59,62 persen atau 730,13 triliun rupiah dari pagu 1.224,74 triliun rupiah. Padahal, hanya tersisa sekitar 1,5 bulan menuju penutupan anggaran pada 24 Desember 2021.

Menkeu menuturkan realisasi belanja daerah tersebut hanya naik 3,51 persen (yoy) dibanding periode sama tahun lalu yang sebesar 705,34 triliun rupiah dan secara persentase terhadap pagu anggaran juga jauh lebih rendah.

Dia mengatakan hal ini menyebabkan seluruh pemerintah daerah justru mengalami surplus 111,5 triliun rupiah karena pendapatan mereka lebih besar daripada belanjanya.

Tahan Belanja

Menurutnya, situasi ini berbanding terbalik dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang mengalami defisit 3,29 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada Oktober 2021 atau mencapai 548,9 triliun rupiah.

"Ini artinya pemerintah pusat mendorong pemulihan dengan counter cyclical defisit 540 triliun rupiah namun daerah justru menahan belanja," tegasnya.

Dia menegaskan hal tersebut menjadi suatu evaluasi yang harus terus dipantau mengingat instrumen pemulihannya telah ada yakni APBN dan APBD, namun eksekusinya masih belum optimal.

Menkeu pun mengingatkan belum optimalnya dan sinkronnya upaya pemerintah pusat dan daerah akan mengurangi daya pemulihan ekonomi dan efektivitasnya dalam memperbaiki kondisi masyarakat.

"Jadi ini advice yang harus terus diberikan dan di empower ke pemerintah daerah maupun kementerian/ lembaga," ujarnya.

Baca Juga: