Di tengah semakin maraknya kendaraan listrik, pesawat listrik masih menjadi tantangan. Masalah terbesar dalam membuat kendaraan listrik adalah bobot baterainya, dan juga kemampuan untuk membuat terbang dalam waktu lama.

Di tengah semakin maraknya kendaraan listrik, pesawat listrik masih menjadi tantangan. Masalah terbesar dalam membuat kendaraan listrik adalah bobot baterainya, dan juga kemampuan untuk membuat terbang dalam waktu lama.

Laporan Michigan Aerospace Engineering pada laman Aerospace Engineering mencontohkan, untuk membuat sebuah pesawat Boeing 737 bisa terbang dalam waktu satu jam maka harus mengeluarkan semua penumpang dan kargo dan mengisi ruang tersebut dengan baterai. Alasannya, bahan bakar jet dapat menyimpan energi sekitar 50 kali lebih banyak dibandingkan baterai per satuan massa.

Jadi, jika seseorang mempunyai 1 pon bahan bakar jet atau 50 pon baterai. Untuk menutup kesenjangan tersebut, perlu membuat baterai lithium-ion lebih ringan atau mengembangkan baterai baru yang mampu menyimpan lebih banyak energi.

Saat ini baterai baru sedang dikembangkan, tetapi belum siap untuk digunakan pada pesawat terbang. Namun sebagai alternatif sebelum mencapai pesawat listrik sepenuhnya menurut laman terseut adalah dengan mengembangan sistem propulsi hibrida.

Industri penerbangan saat ini tengah berupaya mewujudkan hal tersebut dalam jangka pendek, dengan target 2030-2035 untuk pesawat regional yang lebih kecil. Semakin sedikit bahan bakar yang dibakar selama penerbangan, semakin sedikit pula emisi gas rumah kaca.

Pesawat listrik hibrida mirip dengan mobil listrik hibrida karena menggunakan kombinasi baterai dan bahan bakar penerbangan. Masalahnya adalah tidak ada industri lain yang memiliki batasan bobot seperti yang dimiliki di industri dirgantara.

Itu sebabnya harus sangat cerdas dalam menentukan bagaimana dan seberapa banyak kita melakukan hibridisasi sistem propulsi. Menggunakan baterai sebagai power assist saat lepas landas dan mendaki merupakan pilihan yang sangat menjanjikan.

Ketika pesawat memasuki jalur taksi menuju ke landasan pacu, pesawat hanya perlu menggunakan tenaga listrik untuk menghemat banyak bahan bakar dan mengurangi emisi lokal di bandara. Ada perbedaan yang menarik antara bobot tambahan baterai dan jumlah listrik yang dapat digunakan untuk mendapatkan manfaat bersih bahan bakar. Oleh karenanya hibridisasi atau pesawat hibrida sebagai pilihan jangka menengah untuk jet yang lebih besar, sekaligus menjadi solusi jangka pendek untuk pesawat regional.

Untuk tahun 2030 hingga 2035, perlu difokuskan pada turboprop hibrida, biasanya pesawat regional dengan 50-80 penumpang atau digunakan untuk angkutan barang. Hibrida ini dapat mengurangi penggunaan bahan bakar sekitar 10 persen.

Dengan hibrida listrik, maskapai penerbangan juga dapat lebih memanfaatkan bandara regional, sehingga mengurangi kemacetan dan waktu yang dihabiskan pesawat berukuran besar untuk berhenti di landasan.

Dalam jangka pendek masyarakat dunia akan melihat lebih banyak penggunaan bahan bakar penerbangan berkelanjutan. Dengan mesin masa kini, dapat membuang bahan bakar penerbangan berkelanjutan ke dalam tangki bahan bakar yang sama dan membakarnya. Bahan bakar yang terbuat dari jagung, minyak sayur, alga dan lemak lainnya sudah digunakan. hay/I-1

Baca Juga: