JAKARTA - Universitas Negeri Jakarta (UNJ) menggelar Sarasehan dalam tema "Bedah Regulasi Pemberian Gelar Kehormatan: Tinjauan Filosofis, Hukum, Akademis, dan Ketatalaksanaanya". Sarasehan tersebut digelar secara hybrid, untuk luring diadakan di Aula Latief Hendraningrat, Gedung Dewi Sartika lantai 2, Kampus A UNJ Kamis (21/10). Sementara yang daring lewat Zoom live streaming.

Sarasehan tersebut dihadiri oleh beberapa narasumber di antaranya Direktur Sumber daya Ditjen Diktiristek Kemendikbudristek Mohammad Sofwan Effendi, Perancang Peraturan Perundang-Undangan Ahli Madya Biro Hukum Kemendikbudristek Polaris Siregar, Rektor IPB Arif Satria. dan Rektor Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) Asep Saefudin.

Sebagai pembiacara, Guru Besar tetap UNJ I Made Putrawan, Ilza Mayuni, Ubedilah, dan Yusherman dari IKA UNJ. Sementara untuk peserta dihadiri oleh seluruh anggota Senat UNJ, seluruh peserta Rapim UNJ, para Wakil Dekan, Sekretaris Korpus Lembaga, dan Koorprodi, perwakilan BEM UNJ dan Fakultas, MTM dan Forum UKM dan para awak media.

Rektor UNJ Komarudin mengatakan, setelah sempat ramai di media massa, pada kesempatan sarasehan itu, ia mengajak semua duduk bersama dalam rangka mencari titik temu dan kesesuaian-kesesuaian yang tidak menguntungkan bagi UNJ.

"Akan lebih baik, apabila masalah yang ditimbulkan beberapa waktu lalu diselesaikan dengan cara sarasehan, karena kegaduhan dapat menimbulkan nama buruk bagi UNJ, dan fokus pada sarasehan ini ialah tentang regulasi. Kita tidak membahas siapa yang diusulkan tetapi membahas regulasi agar harmoni dan sinkron dengan peraturan yang ada" ungkap Komarudin.

Arief Satria yang jadi salah satu narasumber, mengatakan, pihaknya sangat mengapresiasi acara dialog akademik yang dilakukan UNJ. Arief juga mengatakan bahwa pemberian gelar doktor HC adalah hak otonomi kampus, namun tentu harus sesuai dengan peraturan hukum yang ada.

Sementara Asep Saefudin mengatakan, setiap universitas dibenarkan secara hukum dalam pemberian HC, akan tetapi harus ikutin peraturan dan syarat yang berlaku. "Acara UNJ ini sangat bagus sekali dalam membangun iklim demokrasi kampus, " ujar Saefudin.

Sementara itu Mohammad Sofwan Effendi mengatakan bahwa dasar peraturan tentang memberi gelar Doktor (HC) meliputi UU Nomor 12/2012 Tentang Pendidikan Tinggi (Pasal 27), PP Nomor 4/2014 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi, Permenristekdikti Nomor 65/2016 Tentang Gelar Doktor Kehormatan.

Sedangkan yang berhak menerimanya bisa Warga Negara Indonesia dan Warga Negara Asing dengan jasa luar biasa di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi atau jasa di bidang kemanusiaan, sedangkan untuk asing ialah dengan jasa dan/atau karya bermanfaat bagi kemajuan, kemakmuran, kesejahteraan bagi bangsa dan negara Indonesia.

Perguruan tinggi yang berhak memberikan gelar Doktor kehormatan ialah yang mempunyai program studi Doktor dengan peringkat akreditasi A atau Unggul, sedangkan untuk tata cara pemberian gelar Doktor Kehormatan diatur oleh masing-masing perguruan tinggi dan untuk sebutan gelarnya ditulis Dr. (HC).

Lebih lanjut Polaris Siregar menambahkan, tata cara dan pemberian Doktor diatur kepada masing-masing perguruan tinggi, di dalam statuta UNJ dapat memberikan gelar kehormatan kepada seseorang yang dianggap telah berjasa bagi kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi manusia dan peradaban, dan ketentuan lebih lanjut mengenai gelar kehormatan diatur dengan peraturan rektor setelah mendapatkan pertimbangan senat, ingat hanya pertimbangan bukan persetujuan.

Untuk sanksinya, Menteri dapat mencabut gelar Doktor Kehormatan (HC) apabila tidak memenuhi persyaratan ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan Menteri Nomor 65/2016. Yang mengangkat adalah Rektor dan yang mencabutnya juga Rektor sesuai surat arahan dari Menteri.

Dalam kesimpulan Sarasehan tersebut Ucu Cahyana menyampaikan, pada prinsipnya semua mengikuti peraturan dan azas integritas dan kepatuhan sebagai perguruan tinggi yang sangat mengikuti tradisi akademik, dengan sarasehan kita dapat mencapai titik temu.

Baca Juga: