TAIPEI - Universitas Edinburgh Inggris mengembalikan tengkorak empat pejuang suku yang dibunuh 150 tahun lalu kepada komunitas adat Taiwan dalam sebuah tindakan yang dipuji sebagai "tonggak keadilan transisi".

Tengkorak tersebut diperkirakan diambil sebagai trofi perang oleh tentara Jepang yang menginvasi Taiwan selatan pada 1874 dan melawan rakyat Paiwan. Tengkorak-tengkorak tersebut kemudian diteruskan ke Universitas Edinburgh pada 1907.

Ini merupakan repatriasi internasional pertama atas jenazah leluhur masyarakat adat Taiwan, menurut Dewan Masyarakat Adat Taiwan.

Pemulangan yang dilakukan pada hari Jumat (3/11) itu "kaya dengan makna sejarah dan merupakan tonggak penting keadilan transisi bagi masyarakat adat", kata dewan dalam sebuah pernyataan.

Menteri Dewan Icyang Parod berharap masyarakat dapat menemukan ketenangan dan kesembuhan dari repatriasi tersebut.

Ia mengatakan institusi akademis dan museum harus bekerja sama untuk merefleksikan ketidakadilan yang terjadi dalam sejarah dan mendorong pengakuan terhadap hak-hak masyarakat adat.

Tengkorak-tengkorak tersebut akan ditempatkan di Museum Prasejarah Nasional Taiwan sambil menunggu keputusan komunitas Mudan mengenai tempat peristirahatan permanen.

Jenazah tersebut milik empat pejuang dari kotapraja Mudan, yang sebagian besar dihuni oleh masyarakat Paiwan, kelompok masyarakat adat terbesar kedua di Taiwan, menurut universitas tersebut.

Tengkorak tersebut dibawa ke Jepang oleh seorang perwira Angkatan Laut AS yang pernah menemani Jepang sebagai penasihat militer dalam konflik tahun 1874 dan akhirnya diberikan kepada Rektor Universitas Edinburgh William Turner pada tahun 1907.

Permintaan repatriasi diajukan oleh Dewan Masyarakat Adat Taiwan pada November 2021 dan dikabulkan pada Juli berikutnya.

Upacara tradisional Paiwan untuk menghormati almarhum diadakan sebelum jenazah dipindahkan dalam upacara serah terima resmi pada hari Jumat.

Tom Gillingwater, ketua anatomi Universitas Edinburgh, mengatakan repatriasi tersebut merupakan hasil kerja sama antara sekolah dan komunitas Taiwan.

"Kami berkomitmen untuk mengatasi warisan kolonial kami dan repatriasi ini adalah tindakan terbaru yang kami ambil sejalan dengan kebijakan lama kami untuk mengembalikan barang-barang tersebut ke perwakilan budaya yang sesuai dari mana barang-barang tersebut diambil," kata Gillingwater.

Baca Juga: