Lembaga anak PBB mengungkapkan bahwa sekitar satu miliar anak di dunia berisiko tinggi terhadap krisis iklim dan rentan akan kurangnya akses penting seperti air bersih, makanan, kesehatan, dan pendidikan.

NEW YORK - Sebuah laporan yang diterbitkan oleh United Nations Children's Fund (UNICEF) pada Jumat (20/8) menunjukkan sekitar satu miliar anak-anak berisiko tinggi terhadap krisis iklim.

Laporan berjudul Krisis Iklim dan Krisis Hak Anak menyebut 33 negara antara lain India, Nigeria, Filipina, dan negara-negara sub-Sahara Afrika sangat berisiko tinggi terhadap krisis iklim.

Anak-anak yang tinggal di negara-negara itu menghadapi kombinasi mematikan akan paparan banyak bencana iklim dan lingkungan dengan kerentanan tinggi karena akses penting yang tidak memadai, seperti air dan sanitasi, kesehatan dan pendidikan.

"Untuk pertama kalinya, kami memiliki gambaran lengkap tentang di mana dan bagaimana anak-anak rentan terhadap perubahan iklim,dangambaran itu sangat mengerikan," kata Henrietta Fore, Direktur Eksekutif UNICEF, dikutip dari kantor berita DPA.

"Bencana iklim dan lingkungan merusak spektrum utuh hak anak, dari akses ke udara bersih, makanan dan air yang cukup, akses pendidikan, rumah, kebebasan dari eksploitasi, dan bahkan hak mereka untuk bertahan hidup. Hampir semua kehidupan anak tidak akan ada yang tidak terpengaruh," imbuh Fore.

Untuk itu UNICEF mendesak pemerintah dan para pebisnis untuk memperhatikan nasib anak-anak dan memprioritaskan tindakan yang dapat melindungi anak-anak dari dampak perubahan iklim, sambil mempercepat upaya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca secara drastis.

Selain itu, laporan tersebut mengatakan bahwa anak-anak harus mendapatkan pembelajaran mengenai iklim dan pelatihan keterampilan mengembangkan sumber daya berkelanjutan. Laporan juga menyerukan agar anak muda diikutsertakan dalam pembahasan atau pengambilan keputusan tentang kebijakan iklim.

Menanggapi laporan tersebut, aktivis lingkungan muda Greta Thunberg mengatakan bahwa anak-anak di seluruh dunia tidak sanggup menerima kembali janji kosong para pemimpin dunia dalam perhelatan Konferensi Perubahan Iklim PBB 2021 (COP26) mendatang.

Aktivis berusia 18 tahun ini mengatakan laporan UNICEF mengonfirmasi bahwa anak-anak akan menjadi pihak yang paling parah terkena dampak perubahan iklim. Ia juga mengatakan bahwa para pemimpin dunia yang akan bertemu di Glasgow pada November nanti untuk COP26 harus melakukan tindakan nyata, bukan hanya sekadar berbicara.

"Saya tidak mengharapkan mereka melakukan itu (hanya berbicara), tetapi saya akan lebih senang jika mereka bisa membuktikan saya salah," kata Thunberg kepada wartawan saat memperingati tiga tahun Fridays for Future, gerakan mogok sekolah setiap Jumat untuk melakukan protes bersama di depan sekolah yang ia inisiasi.

Senada dengan Thunberg, aktivis muda asal Filipina, Mitzi Jonelle Tan, meminta para pemimpin dunia untuk tak lagi memberikan janji kosong dan rencana yang tidak jelas.

Sebelumnya, laporan Panel Antarnegara untuk Perubahan Iklim (IPCC) memprediksi bahwa dunia akan melampaui batas aman kenaikan rata-rata suhu Bumi lebih cepat dari yang diperkirakan. Para ilmuwan memperingatkan ancaman pemanasan global semakin nyata dan berbahaya di mana gelombang panas mematikan, badai topan, dan fenomena iklim ekstrem lainnya akan lebih sering terjadi dan lebih buruk. DW/I-1

Baca Juga: