Washington - Seorang pejabat Dana Anak-anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) pada Kamis (19/9) memperingatkan dampak negatif dari eskalasi ketegangan antara Israel dan Lebanon terhadap anak-anak.
"Kami semua khawatir dengan situasi yang melibatkan Lebanon dan Israel, dan Sekretaris Jenderal (Antonio Guterres) telah mendesak semua pihak untuk menahan diri semaksimal mungkin guna mencegah eskalasi lebih lanjut.
"Setiap eskalasi lebih lanjut akan berdampak sangat mengerikan terhadap anak-anak," kata Wakil Direktur Eksekutif UNICEF untuk Tindakan Kemanusiaan dan Operasi Pasokan, Ted Chaiban, kepada wartawan secara virtual.
Perangkat genggam dan penyeranta (pager) yang digunakan oleh kelompok Lebanon, Hizbullah, meledak pada Selasa (17/9) dan Rabu (18/9) di Lebanon, menewaskan setidaknya 37 orang, termasuk anak-anak dan lebih dari 3.000 orang terluka.
Pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah, pada Kamis menuduh Israel melanggar "semua konvensi dan hukum" dan bersumpah bahwa "pembalasan akan datang."
Israel belum secara langsung mengomentari serangan tersebut, tetapi tetap waspada tinggi mengantisipasi respons dari Hizbullah.
Chaiban mengatakan bahwa ia mengunjungi Israel, Jalur Gaza, dan Tepi Barat yang diduduki, di mana ia berkesempatan untuk bertemu dengan anak-anak dari berbagai komunitas yang telah terkena dampak dari "perang yang mengerikan ini."
"Selama pertemuan saya dengan otoritas Israel, saya meminta peningkatan akses untuk pasokan kemanusiaan dan komersial," katanya.
"Saya juga menyerukan perlindungan terhadap anak-anak, peningkatan langkah-langkah keamanan, prosedur operasional standar bagi personel kemanusiaan, dan kemudahan pergerakan bagi anak-anak yang terpisah atau tanpa pendamping."
"Tak ada tempat yang aman" di Gaza, menurut Chaiban, yang juga menyatakan bahwa situasi di Tepi Barat adalah "bom waktu yang telah mencapai intensitas baru."
Ia kembali menegaskan seruannya untuk segera melakukan gencatan senjata, pengiriman bantuan yang mendesak untuk menyelamatkan nyawa, serta pembebasan tanpa syarat para sandera.
Israel terus melakukan serangan brutal di Gaza setelah serangan Hamas pada 7 Oktober lalu, meskipun ada resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyerukan gencatan senjata segera.
Hampir 41.300 korban jiwa, yang sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak, telah tewas dan lebih dari 95.500 orang terluka, menurut otoritas kesehatan setempat.
Serangan Israel telah membuat hampir seluruh penduduk wilayah tersebut mengungsi di tengah blokade yang berkelanjutan, yang menyebabkan kekurangan parah makanan, air bersih, dan obat-obatan.
Israel menghadapi tuduhan genosida atas tindakannya di Gaza di Pengadilan Internasional.