Uni Eropa pada Senin kembali menjatuhkan sanksi keenamnya kepada junta militer Myanmar dengan alasan telah terjadinya peningkatan pelanggaran hak asasi manusia.

BRUSSELS - Uni Eropa (UE) pada Senin (20/2) memberlakukan sanksi putaran keenam terhadap para pejabat dan entitas Myanmar atas kudeta militer 1 Februari 2021 yang menggulingkan pemerintahan pemimpinde factoAung San Suu Kyi.

Sanksi terbaru mencakup pembatasan terhadap sembilan orang dan tujuh entitas yang menurut UE telah berkontribusi pada meningkatnya kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia di negara Asia tenggara itu.

"Para menteri luar negeri UE menyetujui langkah-langkah pembatasan terhadap sembilan orang dan tujuh entitas sehubungan dengan terus meningkatnya kekerasan, pelanggaran berat hak asasi manusia, dan ancaman terhadap perdamaian, keamanan, dan stabilitas di Myanmar," kata Dewan UE.

"Para menlu UE juga menegaskan kembali bahwa UE mengutuk sekeras-kerasnya pelanggaran berat hak asasi manusia, termasuk kekerasan seksual, penganiayaan terhadap warga sipil, dan serangan terhadap penduduk sipil yang juga menyasar anak-anak dan orang-orang dari minoritas-minoritas etnis dan agama di seluruh negeri," imbuh dewan itu.

Orang-orang yang dikenai sanksi itu mencakup menteri energi, pejabat tinggi, politisi, dan pengusaha terkemuka yang telah mendukung rezim tersebut. Sanksi juga dikenakan pada beberapa departemen di Kementerian Pertahanan, bersama dengan perusahaan milik negara di bawah yurisdiksinya, dan perusahaan swasta yang memasok dana dan senjata ke militer.

Pembatasan Ekspor

Selain itu diberlakukan pula pembatasan ekspor terhadap peralatan untuk memantau komunikasi yang mungkin digunakan untuk represi internal, juga larangan pelatihan militer dan kerja sama dengan Tatmadaw, militer Myanmar.

Kudeta 1 Februari 2021 terjadi setelah militer menolak hasil pemilu November 2020, yang dimenangkan Partai Liga Nasional untuk Demokrasi pimpinan Aung San Suu Kyi.

Junta mengklaim terjadinya kecurangan pemilu yang meluas, tuduhan yang dibantah oleh komisi pemilu sipil sebelum lembaga tersebut dibubarkan.

Human Rights Watch mengatakan bahwa sejak kudeta, pasukan militer telah melakukan banyak kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang di seluruh negeri, yang didokumentasikan oleh organisasi dan kelompok lain.AFP/Anadolu/VoA/I-1

Baca Juga: