JAKARTA - Sistem Verifikasi Legal Kayu atau SVLK sudah diakui dunia internasional seperti Uni Eropa dalam kerangka perjanjian kemitraan sukarela untuk penegakan hukum, perbaikan tata kelola dan perdagangan sektor kehutanan (VPA FLEGT). SVLK kemudian disetarakan sebagai lisensi FLEGT 2016. Lalu tahun 2019 kita mengadakan perjanjian (VPA) dengan Inggris, karena Inggris keluar dari Uni Eropa.

"Artinya, kita mendorong sistem kita ini sudah teruji kredibiitasnya, sehingga sejumlah negara sudah mencontoh sistem SVLK kita. Sebelumnya kita berhasil atasi illegal loging dengan SVLK ini dan sekarang kita dorong melalui SVLK untuk kelestarian hutan," ujar Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) Kementerian LHK, Agus Justianto dalam keterangan tertulis dari COP26, Glasgow, Selasa (9/11)

Agus mengungkapkan dalam sesi diskusi di Paviliun Indonesia, Senin, ternyata Indonesia dapat dukungan dari negara-negara lain terutama yang memiliki hutan tropis, karena mereka menganggap Indonesia yang sudah memiliki sistem lebih awal, ternyata tidak mudah mendapatkan pengakuan negara konsumen.

Makanya, lanjut Agus,dalam forum diskusi ituIndonesia menuntut, negara konsumen yang mengimpor kayu Indonesia harus dievaluasi, karena selama ini Indonesia yang dievaluasi. Sekarang Indonesia balik menuntut, karena ada pasal 13 dari perjanjian FLEGT, Indonesia bisa mendapatkan insentif untuk premium price dan sampai saat ini Indonesia belum mendapatkannya.

"Jadi kita tuntut sistem mereka juga, kita sudah ikuti aturan tapi faktanya belum mendapatkan harga premium yang dijanjikan, karena mereka masih menerima kayu-kayu yang belum memperolehlisensi FELGT," papar Agus yang juga penanggungjawab Paviliun Indonesia di COP26 Glasgow.

Jika Uni Eropa dan Inggris tidak serius, Indonesia akan angkat masalah ini ke tingkat global. Karena SVLK Indonesia mendapatkan lisensi FLEGT, tapi Uni Eropa tidak konsisten dalam menerapkan lisensi FLEGT. "Jadi kita mendorong lisensi FLEGT secara global," tambahnya.

Agus juga menyinggung pembahasan soal FACT dalam diskusi di Paviliun Indonesia. Disebutkan,Inggris sebagai tuan rumah atau presidensiCOP26 ingin membuat legacy. Selain negosiasi, ada jalur non-negosiasi yang dimanfaatkan semua negara penyelanggara. Inggris mengangkat tema The Forest, Agriculture and Commodity Trade atau FACT untuk membuat deklarasi yang terkait dengan kehutanan dan pertanian, termasuk perdagangan.

FACT Dialogue dibentuk pada April 2021 dalam pertemuan pejabat setingkat menteri yang disebut First Ministerial Roundtable dan diikuti wakil26 negara dalam rangkaian kegiatan menuju COP26 di Glasgow.

Inggris sebagai tuan rumah COP26 meminta Indonesia sebagai Co-Chair dalamFACT Dialogue, dan diputuskan Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Wamen LHK) Alue Dohong mewakili Indonesia itu bersama Menteri Lingkungan Inggris, Goldsmith memimpin forum dialog FACT.

Lebih lanjut, forum menyepakati pembentukan empat kelompok kerja yaitu trade and market development; smallholder support; transparency and tracebility; dan research, development and innovation yang segera menyusun roadmap mengenai langkah konkret yang dapat diambil pemerintah.

Kelompok kerja ini mengadakan pertemuan rutin sejak April 2021 dan dalam perjalanan berkembang menjadi 30 negara yang bergabung untuk berbagi pengalamandan informasi terkait kebijakan masing-masing negara.

"Dalam forum COP 26 di Glasgow ini, kelompok kerja mengarah pada kerja sama yang lebih serius, sehingga dalam perjalannya diusulkan untuk mendorongClimate Leaders Summit on Forest and Land Use yang dihadiri Presiden Jokowi.

Untuk mendorong pertemuan Climate Leader Summit ini tentunya mesti ada komitemen yang akan disampaikan pada Climate Leaders Summit. Ini tidak mudah karena awalnya akan dibuat semacam agreement, tapi kita tolak dan turun lagi menjadi semacam joint statement. Akhirnya disepakati joint declaration. Kemudian, banyak hal yang didiskusikan dengan cukup keras, karena mereka ingin mengangkat isu deforestasi dalam hal UE dan Inggris mengarahkan pada zero deforestation.

Uni Eropa memang mendorong apa yang disebut free deforestation, dan Inggris juga ingin ikut-ikutan seperti itu. Indonesia sangat keras menolak isu tersebut karena komitmen Indonesia adalah mengurangi laju deforestasi semaksimal mungkin tanpa menghentikan proses pembangunan yang sedang berlangsung.

FoLU Net Sink 2030

Lebih jauh Agus menegaskan Indonesia tidak setuju apa yang disebut zero deforestation sehingga akhirnya kesepakatannya adalah halt and reverse forest lost and land degradation by end 2030. Ini terminologi bahasa Inggris memang mereka ahli. Indonesia juga menyampaikan bahwa Indonesia mempunyai program yang disebut Indonesia Forestry and Other Land Uses (FoLU) Net Sink 2030 atau net karbon melalui sektor kehutanan dan lahan jangan diartikan sebagai zero deforestation. Tetap ada emisi dari hutan tapi Indonesia juga menyerap lebih banyak, jadi net.

"Ini yang kita sampaikan dan usung dan disampaikan oleh Presiden Jokowi. Ini jadi bahan bargaining kita, sebab kita didorong untuk bebas emisi 2030. Artinya sektor kehutanan yang siap dan berani menjanjikan untuk mencapai net sink. Dan ini yang tidak dipahami dan bahkan sengaja disesatkan. Itu terjadi karena definisi deforestasi antara Indonesia dan Inggris atau Uni Eropa serta banyak negara berbeda," papar Agus.

Bagi Indonesia, deforestasi akan tetap dilakukan sepanjang Indonesia bisa mengurangi dari kegiatan-kegiatan lain. Sebab Indonesia bisa melakukan reforestasi. Dengan demikianIndonesia tidak boleh dilarang untuk melakukan deforestasi. Tapi Indonesia tetap melarang deforestasi yang ilegal.

Agus menegaskan, definisi Indonesia secara ilmiah diakui internasional. Ini buktiIndonesia mampu mengurangi emisi dari sektor kehutanan atau deforestasi sehingga dapat pembayaran berbasis kinerja dari Bank Dunia untuk Kaltim sekitar 106 juta dollar AS, dari Green Climate Fund setujui REDD+ Results-Based Payment 103,8 juta dolar AS serta Norwegia yang kemudian malah dibatalkan.

Dalam menghitung Results-Based Payment, Indonesia sudah diakui, tapi masih saja ada yang menyerang dengan tujuan agar Indonesia mematuhi zero deforestation. Indonesia mengeluarkan berbagai kebijakan seperti penghentian izin terkait penggunaan kawasan hutan primer dan lahan gambut.

Baca Juga: