Fakultas Ekonomi Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) sukses menyelenggerakan Indonesia Economic Outlook 2023 di Auditorium Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan RI, pada Senin, 3 Oktober 2022.
Forum pada tahun ini bertema "Maximizing Indonesia's Economic Momentum: Enriching Opportunities Through Green Economy" diawali dengan welcoming remarks oleh Bapak Abdurrahman sebagai PLT Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal, kemudian keynote speakers oleh James Walsh, serta sesi diskusi oleh Bapak Albertus Siagian, Said Zaidansyah, Medrilzam, dan Telisa Falianty.
Indonesia Economic Outlook 2023 Forum dibuka oleh selaku Abdurrahman selaku Plt. Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro, Badan Kebijakan Fiskal. Beliau mewakili Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Febrio Kacaribu, yang sedang berhalangan hadir. Dalam welcoming remarks-nya, beliau memaparkan dampak pandemi Covid-19 pada perekonomian dunia, seperti pengetatan kebijakan moneter di berbagai negara, timbulnya potensi krisis utang dunia, dan naiknya inflasi global. Beliau juga memaparkan mengenai kondisi perekonomian Indonesia, baik di sisi perkembangan maupun pertumbuhannya.
Tidak sampai situ saja, dalam sambutannya disinggung juga tentang ekonomi hijau dan perubahan iklim global sebagai ancaman perekonomian. Pada akhir pemaparannya, beliau berharap adanya IEO '23 Forum akan menjadi forum diskusi efektif yang membahas kondisi perekonomian sekarang dan masa yang akan datang.
Selanjutnya adalah penyampaian keynote speech oleh James Walsh, selaku IMF Senior Resident representative untuk Indonesia. Beliau membuka dengan membahas permintaan global yang rendah, kenaikan inflasi yang persisten, serta kondisi keuangan yang lebih sulit yang menjadi dampak kemunduran pertumbuhan ekonomi dan kekhawatiran terhadap inflasi. James mengatakan bahwa tiga dampak tersebut tentunya memengaruhi upaya perekonomian Indonesia untuk bangkit sejak pandemi berlangsung. Meskipun begitu, bidang ekspor Indonesia dinilai mampu bertahan dengan cukup baik selama pandemi sehingga dapat menciptakan posisi eksternal yang kuat bagi Indonesia. Menurut James, masalah dasar yang sedang dihadapi oleh Indonesia adalah harga barang impor utama seperti pangan dan BBM yang kian meningkat.
Namun, James memberikan apresiasi dan kredit yang besar bagi Kementerian Keuangan RI karena sudah membuat kebijakan fiskal yang tetap bijak selama pandemi dengan tidak mengalokasikan dana di area yang tidak produktif dan tetap mengayomi masyarakat yang berada di taraf kemiskinan. Pada akhir sambutan, beliau berharap perekonomian Indonesia dapat bangkit dan melewati berbagai tantangan, terutama perubahan iklim, serta dapat terus berkembang ke arah pembangunan ekonomi berkelanjutan.
Acara berikutnya dilanjutkan dengan sesi diskusi oleh empat pembicara. Said Zaidansyah, Asian Development Bank Deputy Country Director Indonesia, menjadi speaker pertama dalam Indonesia Economic Outlook 2023 Forum. Said mengawali pembicaraan dengan menjelaskan green economy. Beliau mendeskripsikan green economy sebagai sistem ekonomi yang berusaha untuk mengurangi kerusakan lingkungan dan kelangkaan ekologis. Green economy memiliki prinsip pembangunan yang berbasis pengeluaran karbon rendah, efisiensi dalam penggunaan sumber daya, dan inklusif. Dalam hal ini, Asian Development Bank mendukung pemerintah Indonesia dalam penerapan green economy. Asian Development Bank memiliki standar operational priority, salah satunya merupakan adanya penyorotan khusus terhadap isu-isu lingkungan melalui safety resilience dari sisi iklim, kebencanaan, ketahanan lingkungan, green recovery, mitigasi bencana, water, and food security.
Dalam pemaparannya, Medrilzam selaku director for environmental affairs BAPPENAS menyebutkan bahwa green economy adalah sebuah keniscayaan. Pengimplementasiannya berpotensi memberikan berbagai manfaat yang multisektoral. Namun, kapasitas dalam aspek inovasi dan RnD (Research and Development) masih menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia. Selanjutnya, untuk memastikan terlaksananya green economy, Medrilzam memaparkan bahwa transisi yang smooth perlu menjadi perhatian sehingga sektor yang terlibat dapat merespons transisi tersebut dengan baik.
Lebih lanjut, Medrilzam menyebutkan bahwa pemerintah Indonesia melalui BAPPENAS sudah memiliki roadmap yang jelas untuk mengimplementasikan green economy dalam jangka panjang. Walaupun sempat terkendala goncangan akibat pandemi, pemerintah akan tetap konsisten melanjutkan roadmap tersebut dalam rangka mencapai net zero emission pada tahun 2060. Untuk mengakomodasinya, roadmap tersebut disertai pula dengan key performance indicator dari green economy. Selain itu, Medrilzam juga menekankan bahwa pemerintah tidak dapat melakukan upayanya sendiri, bantuan masyarakat dan sektor swasta sangat krusial dalam prosesnya.
Pemaparan dilanjutkan oleh Analis dari Climate Policy Initiative (CPI), Albertus yang membahas proyek hijau dari perspektif lain, yaitu tidak semua proyek hijau adalah revenue generated program. Meskipun memiliki potensi bisnis, kendala seperti kesiapan tenaga kerja dan teknologi serta permintaan yang masih sedikit karena harganya yang cukup tinggi, menjadi hambatan yang perlu diperhatikan. Meskipun begitu, beliau mengapresiasi langkah pemerintah dalam menerapkan Green Economy sekaligus mengkritisi perhitungan jumlah emisi yang belum jelas sehingga pemerintah harus lebih transparan dan tegas dalam mengungkapkan pencapaian penurunan emisi. Sebelum menutup pemaparannya, beliau berharap pelaksanaan green economy harus disosialisasikan dengan baik dengan berbagai stakeholder sehingga ini bisa menjadi sebuah evolusi.
Chief Economist BRI Danareksa Sekuritas, Telisa Falianty, hadir untuk mewakili market perspective. Telisa menyatakan bahwa pembahasan terkait ekonomi hijau merupakan topik yang sedang hangat diperbincangkan oleh para investor di masa pasca pandemi dan semakin gencar sejak pelaksanaan Group of Twenty atau G20 pada tahun 2022. Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa kondisi lingkungan saat ini merupakan satu kepentingan yang perlu dibahas. Telisa menyatakan bahwa terdapat beberapa hal yang menjadi poin penting. Dukungan Telisa terhadap pelaksanaan ekonomi hijau memerlukan sosialisasi dan juga roadmap yang lengkap. Penerapannya harus berjalan mulus dan bertahap sehingga tidak mengganggu stabilitas ekonomi yang tidak diinginkan.
Pihak keluarga dan swasta merupakan stakeholders yang penting dalam penerapan green economy ini. Menurut Telisa, meningkatkan kualitas ekosistem dan menjadikan ekosistem yang lengkap akan menarik minat investor dan pihak swasta untuk mencanangkan green economy. Kelengkapan dan kejelasan ekosistem ini harus didukung oleh kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dan juga pembiayaan dari sektor keuangan. Menurut Telisa, momentum saat ini merupakan sebuah peluang bagi Indonesia untuk menerapkan ekonomi hijau. Dengan demikian, ekonomi hijau harus memiliki value added-nya tersendiri. Saran kebijakan di ranah Pendidikan menurut Telisa yaitu perencanaan pembangunan sekolah vokasi dan/atau teknologi hijau yang diharapkan dapat mempersiapkan sumber daya manusia dalam ekonomi hijau.
Setelah sesi diskusi berakhir, Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani, hadir dan menyampaikan closing remarks dalam Indonesia Economic Outlook 2023 Forum. Beliau membahas mengenai pandemi Covid-19 yang mengguncang Indonesia selama 3 tahun merupakan sebuah ancaman global yang berdampak pada sektor sosial dan keuangan. Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan Republik Indonesia, menyampaikan bahwa Pandemi Covid-19 merupakan The First Shocked yang dialami oleh Indonesia. Kementerian keuangan memberikan penanganan melalui kebijakan Fiskal.
Tantangan berikutnya untuk counter cyclical yaitu climate change, krisis energi dan pangan, serta inflasi yang tinggi. Global crisis menjadi The Next Shocked bagi Indonesia. Kedua fenomena shocked tersebut menyebabkan disrupsi terhadap sisi demand dan supply. Tentunya kita tidak bisa melakukan pemulihan yang lebih cepat. Dalam hal ini, kementerian keuangan mempertimbangkan biaya yang dibutuhkan untuk memperbaiki keadaan shock.(IKN/TSR)