JAKARTA - Momentum pemilihan umum (pemilu) belum berdampak positif bagi perekonomian nasional. Semula pesta demokrasi lima tahunan tersebut diharapkan dapat menjadi daya ungkit bagi perekonomian dalam negeri, terutama bagi usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).

Ironisnya, pelaku usaha asing justru menguasai ceruk ekonomi dari hajatan pemilu di Indonesia. Membanjirnya impor alat kampanye pemilu telah mematikan bisnis UMKM yang selama ini menjadi pemasok atribut tersebut.

Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) menduga adanya impor atau pembelian alat kampanye pemilu yang berasal dari luar negeri menjadi salah satu penyebab omzet UMKM penjual atribut kampanye turun hingga 90 persen. "Beberapa pemilu yang kemarin yang 5 atau 10 tahun lalu banyak pemesanan barang-barang ke UMKM. Sekarang pesanan itu lari ke e-commerce dan juga yang kita tahu e-commerce barangnya dari luar negeri," kata Deputi Bidang Usaha Mikro KemenKopUKM, Yulius, saat konferensi pers di Kantor KemenKopUKM di Jakarta, Senin (8/1).

Yulius menuturkan pemesanan alat kampanye dari luar negeri tersebut masih merupakan dugaan karena isu tersebut didapatkannya usai melakukan wawancara kepada 15 orang pelaku UMKM yang berjualan di Pasar Tanah Abang dan Pasar Senen Jakarta. Praktik pembelian alat peraga kampanye, seperti kaos, kemeja, jaket atau topi tersebut disebutnya sebagian besar dilakukan melalui e-commerce.

"Datanya tidak ada. Kita lihat, datanya tidak ada. Jadi beli online, misalnya barang dari Tiongkok mereka (tambah) gambar Garuda dengan distempel, gambar atau lambang PDIP distempel," ucapnya.

Selain karena harga yang ditawarkan penjual dari luar negeri lebih murah, Yulius juga menduga peserta pemilu yang sudah memesan produk untuk kampanye melalui pelaku usaha mitra dari partai tersebut juga menjadi penyebab kampanye tidak berdampak signi_kan pada pengusaha dalam negeri.

Pada kesempatan sama, salah seorang pedagang di Pasar Tanah Abang, Dody Ariyanto, mengaku pembelian atribut peraga kampanye dari luar negeri acap kali didengarnya dari mulut ke mulut sesama pedagang. Namun, penjualannya tidak dilakukan secara terang-terangan dengan cara dijajakan langsung di toko, melainkan langsung dikirim dari luar negeri ke alamat peserta pemilu.

"Hanya mendengar dari mulut ke mulut, tapi kita taulah karena memang barang yang dari luar itu masuk dengan harga murah. Hanya saja, kita memang tidak mau mencari tau sampai ke sana lah, kita berjualan saja," tuturnya.

Pembelian alat kampanye terutama kaos, diakuinya tidak hanya terjadi pada masa kampanye Pemilu 2024 saja, namun sudah terjadi sejak masa kampanye yang lalu-lalu. Namun, pada periode kampanye tahun ini yang memang lebih singkat, dia mengeluhkan omzet yang sangat terpukul turun. Jika biasanya ia bisa mendapatkan hingga 20 juta rupiah per hari, kini turun hingga sekitar 70 persen.

Sepi Pesanan

Hal senada disampaikan oleh Ketua IPKB (Indonesia Pengusaha Konfeksi Berkarya), Nandi Herdiaman, yang menuturkan bahwa kampanye Pemilu 2024 ini tidak berdampak pada pelaku UMKM, terutama yang bergerak di bidang konveksi dan sablon yang memproduksi atau menjual alat peraga kampanye, padahal musim kampanye pemilu menjadi momen yang ditunggu-tunggu.

"Sampai saat ini memang ada, bukan tidak ada, ada (pemesanan), tapi masih kurang. Dulu saat musim kampanye tahun 2019, tiga bulan sebelumnya sudah ada order dari empat juta sampai 15 juta hanya dari partai. Sekarang, jutaan itu tidak sampai. Hanya puluhan ribu saja itu pun bukan dari partai hanya dari caleg," sebutnya.

IPKB pun telah membantu mendorong penjualan sejak enam bulan terakhir dengan membekali para anggota atau penjual yang tergabung dalam organisasi untuk berjualan secara online.

Baca Juga: