Dalam sebuah konferensi siber di Singapura, pejabat tinggi Ukraina mengungkapkan bahwa Rusia kini menggunakan kecerdasan buatan generatif untuk memperkuat kampanye disinformasi terhadap Ukraina.
Anton Demokhin, Wakil Menteri Luar Negeri Ukraina, menyatakan bahwa situasi ini tidak hanya menjadi ancaman bagi Ukraina, tetapi juga untuk stabilitas global.
Dilansir dari Reuters, Demokhin mengungkapkan, "Tahun ini, kami melihat intensitas serangan siber dari Rusia terus berlanjut, tetapi ada penekanan lebih pada disinformasi."
Ia menjelaskan bahwa kemunculan teknologi AI generatif memungkinkan narasi disinformasi untuk dikalikan dan disebarkan dengan cara yang lebih kompleks. Hal ini membuat kampanye disinformasi menjadi semakin sulit dideteksi, karena berbagai aktivitas palsu di platform media sosial meningkatkan kredibilitas informasi yang salah.
Menurut laporan yang diterima pada bulan Agustus, banyak warga Ukraina menjadi target disinformasi dari layanan keamanan FSB Rusia dan agen intelijen militer mereka. Di sisi lain, Rusia menuduh Ukraina dan negara-negara Barat melancarkan perang informasi yang canggih terhadap mereka. Tuduhan ini semakin memperuncing ketegangan antara kedua negara yang terlibat dalam konflik yang sudah berlangsung lama.
Demokhin menegaskan pentingnya kolaborasi global dalam menangani masalah disinformasi. Ia mencatat bahwa Ukraina telah melacak kampanye disinformasi Rusia yang menjangkau negara-negara di seluruh dunia.
"Negara-negara harus bekerja sama untuk mengelola disinformasi," katanya.
Ia juga mengungkapkan bahwa Ukraina menggunakan AI generatif untuk memantau kampanye disinformasi, meskipun ia enggan berkomentar mengenai apakah Ukraina melakukan serangan siber ofensif.
Sementara itu, pejabat intelijen AS juga mengungkapkan bahwa Rusia termasuk di antara negara-negara yang menggunakan alat AI untuk memengaruhi pemilih Amerika menjelang pemilihan presiden pada bulan November. Ini menunjukkan bahwa penggunaan teknologi canggih dalam perang informasi tidak terbatas pada konflik Ukraina, tetapi juga berpotensi mengganggu demokrasi di negara lain.
OpenAI, sebuah organisasi riset AS, pada bulan Mei melaporkan telah mengidentifikasi dua operasi pengaruh tersembunyi dari Rusia yang menggunakan alat mereka untuk membela invasi Rusia terhadap Ukraina di platform media sosial, termasuk Telegram dan X.
Namun, mereka mencatat bahwa jangkauan operasi ini terbatas. Sebuah studi yang disponsori oleh USAID pada tahun 2023 menunjukkan bahwa lebih dari tiga perempat warga Ukraina mendapatkan berita mereka dari media sosial, menjadikan platform ini sebagai arena utama untuk penyebaran informasi.
Selain kampanye disinformasi, Demokhin juga mencatat bahwa serangan siber Rusia semakin menargetkan rantai pasokan dan infrastruktur kritis Ukraina. Mereka berusaha untuk menembus perusahaan-perusahaan yang menyediakan komponen penting, seperti sensor dan meteran listrik. Ini menunjukkan bahwa Rusia tidak hanya berfokus pada informasi, tetapi juga berusaha merusak kemampuan operasional Ukraina melalui serangan yang lebih terarah.
Reuters juga melaporkan bahwa Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) sedang menyelidiki dugaan serangan siber Rusia terhadap infrastruktur sipil Ukraina sebagai kejahatan perang. Demokhin menyatakan bahwa Ukraina bekerja sama erat dengan ICC dalam penyelidikan ini dan telah mencapai beberapa kemajuan baru-baru ini.
Situasi ini menunjukkan bahwa perang modern tidak hanya terjadi di medan tempur, tetapi juga di ruang siber dan media sosial. Disinformasi yang semakin canggih dapat memiliki dampak yang luas, mempengaruhi opini publik dan kebijakan internasional. Ukraina, yang tengah berjuang melawan invasi Rusia, kini dihadapkan pada tantangan baru dalam mempertahankan integritas informasi dan membangun kepercayaan di kalangan warganya.
Dengan potensi AI yang terus berkembang, tantangan dalam memerangi disinformasi akan semakin kompleks. Oleh karena itu, kolaborasi antarnegara dan pemanfaatan teknologi yang cerdas menjadi sangat penting untuk memastikan bahwa informasi yang benar dapat menembus kebisingan disinformasi yang semakin mendalam.