JAKARTA - Vaksin Covid-19 hasil penelitian Universitas Oxford, Inggris, telah menunjukkan efektifitas 100 persen dalam uji klinis tahap 1 dan 2. “Sekarang menuju tahap 3,†jelas  Wakil Duta Besar Inggris untuk Indonesia dan Timor Leste, Rob Fenn, di Jakarta, Selasa (21/7).

“Ini kabar yang sangat menggembirakan pekan ini,†tambah Feen. Dengan memasuki tahap ketiga, berarti akan ada lebih banyak uji coba dengan lebih banyak pasien, terutama di Amerika Serikat, Brasil, dan Afrika Selatan. Uji coba juga akan melibatkan anak-anak

Namun begitu, Feen mengingatkan, terlalu dini untuk menyatakan kemenangan. “Saya optimistis, tapi tetap harus berhati-hati,†katanya menegaskan. Yang penting, dari mana pun vaksin tersebut,  Inggris dan Indonesia sepakat, vaksin harus terjangkau dan dapat diakses oleh semua orang.

Sejauh ini, Inggris tetap menjadi donor terbesar bagi CEVI (dana global untuk penelitian vaksin) dan untuk GAVI (dana global untuk membagikan vaksin di seluruh dunia). PM Boris berkomitmen mengalokasikan dana 84 juta poundsterling (1,6 triliun rupiah) untuk membantu percepatan pengembangan vaksin tersebut.

 

ChAdOx1 nCoV-19

Lalu apa dan bagaimana vaksin ChAdOx1 nCoV-19? Vaksin virus korona dari Universitas Oxford ini menghasilkan respons imunitas yang kuat dan aman digunakan. Seratus persen partisipan mengembangkan antibodi setelah diberi dua dosis vaksin (90 persen hanya membutuhkan satu dosis). Vaksin ini berhasil mengaktifkan kedua bagian dari sistem imun. Vaksin ini memproduksi sel darah putih dalam waktu 14 hari setelah vaksinasi dan respons antibodi dalam 28 hari.

Mitra Oxford, AstraZeneca, cukup optimistis dan berkomitmen untuk memasok lebih dari dua miliar dosis vaksin melalui kerja sama dengan Inggris, Amerika Serikat, Aliansi Vaksin Inklusif Eropa (Europe’s Inclusive Vaccines Alliance/IVA), Koalisi Inovasi Kesiapsiagaan Epidemi (the Coalition for Epidemic Preparedness/CEPI), dan Gavi the Vaccine Alliance dan Serum Institute of India.

Vaksin ChAdOx1 nCoV-19 ini merangsang respon sel T (sel darah putih yang dapat menyerang sel yang terinfeksi virus SARS-CoV-2) dalam waktu 14 hari setelah vaksinasi. Kemudian, juga respons antibodi dalam 28 hari (antibodi menetralkan virus sehingga tidak dapat menginfeksi sel saat awal terinfeksi).

Partisipan yang menerima vaksin memiliki antibodi penetral yang dapat dideteksi. Hal ini ditemukan selama penelitian berlangsung. Menurut para peneliti, sangat penting melindungi diri dari virus. Respons ini terlihat paling kuat setelah partisipan diberi dosis tambahan. Hasilnya, 100 persen darah sampel partisipan dapat menetralisasi virus korona.

Langkah selanjutnya dalam penilitian ini memastikan bahwa vaksin dapat melindungi secara efektif terhadap infeksi dari SARS-CoV-2. Selanjutnya, Universitas Oxford bekerja sama dengan perusahaan biofarmasi global Inggris, AstraZeneca, untuk pengembangan lebih jauh, memproduksi berskala besar, dan mendistribusi kandidat vaksin Covid-19.

Wakil Presiden Eksekutif Penelitian dan Pengembangan Biofarmasi AstraZeneca, Mene Pangalos, mengatakan “Kami termotivasi hasil tahap 1-2 yang menunjukkan AZD1222 mampu menghasilkan respons antibodi dan respons sel-T yang cepat terhadap SARS-CoV-2.â€

Dia menambahkan, meskipun masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan, data hari ini meningkatkan kepercayaan diri bahwa vaksin dapat berfungsi. “Kami pun dapat melanjutkan rencana untuk memproduksi vaksin dalam skala besar yang dapat diakses secara luas dan merata di seluruh dunia,†tandas Pangalos. wid/G-1

 

Baca Juga: