Indonesia kaya akan sumber daya alam yang bisa digunakan untuk mendukung tiap lini kehidupan. Salah satunya adalah herbal yang masuk dalam biodiversitas dan bisa dimanfaatkan untuk pengobatan.
Pada masa pandemi virus korona baru (Covid-19), kebutuhan akan suplemen atau pelengkap pengobatan untuk meningkatkan imunitas harus diutamakan. Mengingat belum ditemukannya vaksin atau obat, penelitian herbal harus digencarkan hingga bisa menjadi pelengkap pengobatan Covid-19.
Untuk mengupas perkembangan seputar penelitian herbal, Koran Jakarta mewawancarai Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Laksana Tri Handoko. Berikut petikan wawancaranya.
Bagaimana perkembangan penelitian herbal asli Indonesia untuk menangani Covid-19?
Saat ini, LIPI tengah fokus dalam kegiatan uji klinik terhadap komoditas herbal asli dari biodiversitas Indonesia. Hal ini dilakukan untuk melengkapi pengobatan pasien positif Covid-19. Herbal ini sebagai kandidat imunomodulator herbal atau obat peningkat kekebalan tubuh yang terbuat dari kombinasi tanaman herbal asli Indonesia sehingga bisa menjadi pengatur sistem kekebalan tubuh.
Ada berapa jenis herbal yang disiapkan?
Ada dua produk imunomodulator yang sedang dikembangkan. Produk berbahan jamur cordyceps (Cordyceps militaris) serta produk yang dibuat dari ekstrak jahe merah (Zingiber officinale Roxb. var. rubrum Rosc.), meniran (Phylanthus niruri), sambiloto (Andrographis paniculata), dan sembung (Blumea balsamifera). Berdasarkan kajian yang kita kerjakan, kedua produk ini mempunyai sifat imunomodulator yakni meningkatkan sistem imun.
Bisa dijelaskan proses uji kliniknya?
Sebelumnya, LIPI bekerja sama dengan UGM dan Kalbe Farma melakukan penelitian pada bulan Maret hingga April 2020. Beberapa komoditas herbal Indonesia yang diperkirakan memiliki aktivitas imunomodulator.
Untuk uji klinik herbalnya hingga bulan Juni. Uji klinik ini dilakukan kepada pasien yang memiliki indikasi positif Covid-19 dengan pneumonia ringan. Pasien tersebut harus sudah dikonfirmasi dengan menggunakan uji Real-Time Reverse-Transcription Polymerase Chain Reaction (RT-PCR).
Kenapa setiap penelitian harus ada uji klinik?
Tujuan utama dari uji klinik ini untuk mengetahui efektivitas dan keamanan dari objek yang diteliti. Untuk herbal, kombinasinya bisa jadi kandidat imunomodulator. Selain itu, harus dalam uji klinik akan ada penyesuaian dosis bagi pasien Covid-19.
Siapa saja pihak yang terlibat?
Selain UGM dan Kalbe Farma, pihak-pihak yang terlibat antara lain Perkumpulan Dokter Pengembang Obat Tradisional dan Jamu Indonesia, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Badan Litbang Kesehatan. Tim dokter Rumah Sakit Darurat Covid-19 Wisma Atlet akan terlibat, serta pendampingan regulasi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 sangat mendukung penyusunan protokol bersama tersebut. Rencana pelaksanaan uji klinis di RS Darurat Wisma Atlet Kemayoran dimaksudkan agar mempercepat penanganan Covid-19 sesuai dengan ketentuan yang berlaku. muh ma'arup/P-4