JAKARTA - Bank Indonesia (BI) melaporkan likuiditas perekonomian atau uang beredar dalam arti luas (M2) pada Agustus 2022 tumbuh 9,5 persen jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy) menjadi Rp7.894,1 triliun.
Namun pertumbuhan uang beredar tersebut sedikit melambat dibandingkan kenaikan pada Juli 2022 sebesar 9,6 persen (yoy). Perkembangan ini didorong oleh pertumbuhan uang beredar dalam arti sempit (M1) sebesar 13,7 persen (yoy).
Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono dalam keterangan resmi di Jakarta, Jumat (23/9), mengungkapkan pertumbuhan uang beredar pada Agustus 2022 terutama dipengaruhi oleh perkembangan penyaluran kredit, keuangan pemerintah, serta aktiva luar negeri bersih.
Penyaluran kredit pada Agustus 2022 tumbuh 10,3 persen (yoy), setelah bulan sebelumnya tumbuh 10,4 persen (yoy). Kredit yang diberikan terbatas hanya dalam bentuk pinjaman (loans), dan tidak termasuk instrumen keuangan yang dipersamakan dengan pinjaman, seperti surat berharga (debt securities), tagihan akseptasi (banker's acceptances), dan tagihan repo.
Selain itu, lanjutnya, kredit yang diberikan tidak termasuk kredit yang diberikan oleh kantor bank umum yang berkedudukan di luar negeri dan kredit yang disalurkan kepada pemerintah pusat dan bukan penduduk.
Sementara itu tagihan bersih sistem moneter kepada pemerintah pusat terkontraksi 22,4 persen (yoy), setelah bulan sebelumnya terkontraksi sebesar 11 persen (yoy). Aktiva luar negeri bersih juga mengalami kontraksi sebesar empat persen (yoy), setelah turun sebesar 4,6 persen (yoy) pada Juli 2022.
Di sisi lain, Erwin menyebutkan pertumbuhan M1 berasal dari kenaikan peredaran uang kartal pada Agustus 2022 sebesar 7,3 persen (yoy) menjadi Rp805,5 triliun, giro rupiah 24,1 persen (yoy) menjadi Rp1.473,7 triliun, serta tabungan rupiah yang dapat ditarik sewaktu-waktu sebesar 9,9 persen (yoy) mencapai Rp2.161,1 triliun.
Adapun pertumbuhan giro rupiah yang melesat tersebut antara lain berasal dari peningkatan dana float uang elektronik sebesar 23,1 persen (yoy) menjadi senilai Rp9,7 triliun.