Perusahaan perasuransian masuk dalam pengawasan khusus karena memiliki rasio solvabilitas kurang dari 80 persen, rasio likuiditas kurang dari 80 persen dan rasio kecukupan investasi kurang dari 80 persen.

JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan terdapat tujuh perusahaan asuransi yang berada dalam pengawasan khusus OJK, umumya disebabkan kurangnya permodalan. Sayangnya, OJK enggan menyebutkan ketujuh perusahaan tersebut.

"Permasalahan pada umumnya adalah kurangnya permodalan perusahaan untuk menutup defisit perusahaan agar tingkat kesehatan mencapai minimum yang dipersyaratkan," kata Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP) OJK, Ogi Prastomiyono, di Jakarta, Rabu (3/4).

Ogi menuturkan pengawasan khusus dilakukan dengan tujuan agar perusahaan dapat memperbaiki kondisi keuangannya untuk kepentingan pemegang polis. Sesuai ketentuan, secara umum penyebab perusahaan perasuransian tersebut masuk dalam pengawasan khusus karena tidak memiliki rasio solvabilitas kurang dari 80 persen, rasio likuiditas kurang dari 80 persen, dan rasio kecukupan investasi kurang dari 80 persen.

Pemegang saham juga tidak memiliki kemampuan untuk melakukan setoran modal pada perusahaan dan/atau atau mencari investor strategis untuk melakukan setoran modal pada perusahaan.

Secara umum permodalan di industri asuransi komersil tetap solid, dengan industri asuransi jiwa dan asuransi umum mencatatkan Risk Based Capital (RBC) masing-masing sebesar 452,24 persen dan 339,94 persen, jauh di atas ambang batas sebesar 120 persen.

Lebih lanjut, Ogi menuturkan pada 2024 terdapat dua perusahaan yang akan memproses spin off unit usaha syariah (UUS) dengan cara mendirikan perusahaan asuransi syariah dan tiga perusahaan akan/sedang memproses spin off dengan cara pengalihan portofolio.

Spin off asuransi syariah bertujuan untuk meningkatkan volume bisnis perusahaan, memperluas pasar, meningkatkan market share dan brand image serta aktualisasi prinsip syariah dalam operasional dan pelayanan nasabah.

OJK menyebutkan sebanyak 32 perusahaan asuransi dan reasuransi berencana melakukan spin off atau pemisahan unit usaha syariah (UUS) untuk meningkatkan kapasitas ekuitasnya.

Kinerja 2023

OJK menyebutkan akumulasi pendapatan premi asuransi pada 2023 mencapai 320,88 triliun rupiah atau naik 3,02 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya (yoy). Akumulasi pendapatan premi asuransi tersebut didukung oleh akumulasi premi asuransi umum dan reasuransi yang tumbuh 20,89 persen yoy menjadi 143,47 triliun rupiah.

Sayangnya, pertumbuhan akumulasi pendapatan premi asuransi jiwa masih terkontraksi sebesar 7,99 persen yoy dengan nilai sebesar 177,41 triliun rupiah per Desember 2023.

Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), Budi Tampubolon, menjelaskan penurunan pendapatan premi pada 2023 disebabkan oleh menurunnya premi dari produk asuransi jiwa unit link. Budi mencatat pada 2023, premi produk unit link sebesar 85,33 triliun rupiah atau turun 22,6 persen.

Sebaliknya, untuk premi produk asuransi tradisional, premi produk tradisional pada 2023 meningkat 14,1 persen (yoy) menjadi 92,33 triliun rupiah.

"Penurunan premi pada produk unit link ini sangat berpengaruh pada total pendapatan premi asuransi jiwa," ujar Budi.

Baca Juga: