Dari sisi produsen, tren deflasi akan menahan pelaku bisnis melakukan aktivitas produksi, sementara di pihak lain, konsumen akan menahan diri dengan harapan adanya penurunan harga di kemudian hari.

Jakarta - Tren penurunan harga pada Agustus lalu diperkirakan bakal berlanjut hingga akhir bulan ini akibat dipengaruhi penurunan harga sejumlah bahan pangan yang rentan bergejolak atau volatile food. Namun, dalam logika ekonomi deflasi menjadi preseden buruk bagi perekonomian karena dianggap sebagai pencerminan dari penurunan daya beli di masyarakat.

Sebagai dampaknya, para pelaku bisnis cenderung akan menahan diri untuk berproduksi. Kondisi tersebut dikhawatirkan bisa mengganggu roda perekonomian. Dari sisi konsumsi, tren deflasi dikhawatirkan akan membuat konsumen menahan diri untuk belanja dengan harapan adanya penurunan kembali ke depan.

Bank Indonesia (BI) memperkirakan pada September 2018 akan terjadi deflasi sebesar 0,04 persen dari bulan sebelumnya atau month-to-month (mtm) dan 3,03 persen dibandingkan periode sama tahun lalu atau year-on-year (yoy).

Sebagai perbandingan, deflasi pada Agustus lalu tercatat sebesar 0,05 persen secara mtm dan 3,2 persen secara yoy. BI sendiri menargetkan inflasi tahun ini di kisaran 2,5-4,5 persen.

Gubernur BI, Perry Warjiyo, di Jakarta, Jumat (21/9), mengungkapkan, pada September, kecenderungan harga bahan-bahan makanan masih turun. Bahan makanan seperti daging sapi, daging ayam, dan telor masih turun, sedangkan beras relatif stabil.

"Ini membuktikan bahwa memang kebijakan yang ditempuh khususnya dari penyediaan pasokan dan distribusi dari pemerintah itu berjalan baik sehinga inflasi di Indonesia tetap rendah dan terkendali stabil," jelas Perry.

Karena itu, dia meyakini target inflasi tahun ini di rentang 2,5-4,5 persen akan tercapai dan bahkan cenderung akan lebih rendah dari titik tengahnya atau di bawah 3,5 persen

Pasokan Terjaga

Perry juga berterima kasih kepada pemerintah yang terus memastikan pasokan dan distribusi terutama bahan makanan tetap terjaga.

Selain penurunan harga sejumlah komponen volatile food, perkiraan deflasi bulan ini juga dipengaruhi ekspektasi inflasi yang tetap terjaga baik di tingkat konsumen, produsen, maupun di pasar keuangan. "Jadi ekspektasi inflasi itu terjaga," ujar Perry.

Pada awal bulan lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada Agustus 2018 terjadi deflasi sebesar 0,05 persen secara mtm, inflasi tahun kalender (Januari-Agustus 2018) sebesar 2,13 persen dan inflasi tahunan menjadi 3,2 persen secara yoy.

Deflasi tersebut dinilai sejumlah pihak sebagai indikasi dari pelemahan konsumsi masyarakat. Namun, BI dan pemerintah sebelumnya menyanggah penilaian tersebut.

Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI) Reza Anglingkusumo menilai rendahnya angka inflasi masih mencerminkan kondisi perekonomian yang baik. "Tidak, daya beli itu tidak rendah ya. Sebab, kalau dikatakan daya beli itu rendah, seharusnya harga-harga turun karena tidak ada yang beli. Tapi ini kan inflasi yang artinya masih ada kenaikan harga yang artinya masih ada supply and demand," kata Reza dalam diskusi di Gedung BI, Jakarta, beberapa waktu lalu

Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Kementerian Keuangan, Adriyanto mengatakan rendahnya angka inflasi bukan cerminan dari daya beli. "Kalau daya beli ini bukan isu ya, karena masyarakat masih ada belanja," ujarnya.

mad/Ant/E-10

Baca Juga: