JAKARTA - Talasemia merupakan kondisi kronik yang membutuhkan terapi seumur hidup dan anak-anak dengan penyakit ini membutuhkan transfusi darah seumur hidupnya. Namun pasien talasemia mayor kini dapat membebaskan diri dari transfusi darah seumur hidup melalui transplantasi sel punca darah.
Sampai saat ini, transplantasi ini merupakan satu-satunya cara yang dapat dilakukan agar pasien talasemia mayor terbebas dari transfusi dan jika dilakukan pada usia yang masih muda. Angka keberhasilan transplantasi sel punca darah dapat mencapai 74,5 persen menurut Santarone S dalam laporan berjudul Survival and late effects of hematopoietic cell transplantation in patients with thalassemia major (2022).
Transplantasi ini menggunakan sel punca darah, yang merupakan sel induk pembentuk sel-sel darah, di antaranya sel darah merah, sel darah putih dan keping darah. Sel punca jenis ini dapat diperoleh dari sumsum tulang, darah perifer dan darah tali pusat.
Dokter spesialis anak dr. Edi Tehuteru, menerangkan, transplantasi sel punca darah merupakan terapi yang umum dilakukan di negara lain. Di Indonesia sendiri, transplantasi tersebut sebetulnya sudah dapat dilakukan meskipun masih terbatas jumlahnya. Tidak jarang juga pasien yang ingin menjalani transplantasi kemudian dirujuk ke rumah sakit di luar negeri.
"Transplantasi sel punca darah sudah dapat dilakukan di Indonesia. Memang, jumlah rumah sakit yang mampu melakukan terapi ini masih belum banyak karena adanya keterbatasan fasilitas dan ketersediaan obat-obatan yang dibutuhkan dalam transplantasi," ungkapnya melalui siaran pers Selasa (3/9).
Menurut dia, tidak semua rumah sakit dapat memberi layanan transplantasi sel punca darah karena terapi ini membutuhkan ruang rawat khusus yang dijaga sterilitasnya. Hal ini bertujuan menekan kemungkinan terjadinya komplikasi pasca transplantasi.
"Anak-anak yang menjalani transplantasi harus dirawat di dalam kamar steril selama kurang lebih 30 hari setelah sel punca diinfuskan ke dalam tubuhnya sampai sel punca yang ditransplantasikan dapat berfungsi dengan baik dan sistem imunnya siap," lanjut dr. Edi.
Ia mengatakan, kendala lain yang dihadapi saat akan melakukan transplantasi adalah sulitnya mencari donor sel punca. Pasalnya kebanyakan transplantasi yang dilakukan untuk kelainan darah seperti talasemia membutuhkan sel punca dari orang lain.
"Sayangnya, negara kita belum memiliki bank data sel punca publik seperti di negara-negara lain. Hal ini akan memperpanjang waktu yang dibutuhkan dalam menemukan donor yang cocok," ujar dr. Edi.
Keterbatasan yang terjadi di Indonesia inilah yang kemudian mendorong PT Cordlife Persada untuk giat memperkenalkan praktik penyimpanan darah tali pusat sejak tahun 2007. Darah tali pusat merupakan salah satu sumber sel punca darah yang dapat digunakan dalam transplantasi untuk penyakit-penyakit yang berkaitan dengan kelainan darah seperti Leukemia dan talasemia.
Medical Advisor PT Cordlife Persada dr. Meriana Virtin mengatakan, penyimpanan darah tali pusat bersifat seperti tabungan yang dapat digunakan pada waktu dibutuhkan. Tujuan utama penyimpanan darah tali pusat yaitu sebagai simpanan yang dapat digunakan oleh bayi pemilik darah tali pusat itu sendiri jika dibutuhkan di saat ia bertumbuh dewasa.
Namun demikian, darah tali pusat yang disimpan ini juga mungkin bisa bermanfaat bagi keluarga jika ada yang membutuhkan transplantasi sel punca. Itu sebabnya kami mendorong orang tua untuk menyimpan darah tali pusat setiap anak mereka karena semakin banyak anak yang sel puncanya disimpan, maka keluarga tersebut akan memiliki keragaman sel punca yang semakin banyak pula.
"Hal ini akan meningkatkan kemungkinan menemukan sel punca yang cocok untuk digunakan ketika salah satu anggota keluarga membutuhkannya untuk terapi," ucapnya.
Manajer Laboratorium PT Cordlife Persada, Farid Sastra Nagara mengatakan, saat ini Cordlife tidak hanya menyimpan darah tali pusat, namun juga membuka layanan untuk penyimpanan sel punca dari darah perifer dan juga sel darah putih untuk digunakan dalam terapi Leukemia. Penyimpanan semacam ini biasanya dilakukan dalam jangka waktu pendek sebagai bagian dari persiapan transplantasi ataupun untuk berjaga-jaga sekiranya terjadi kekambuhan pasca kemoterapi.
"Cordlife sudah dikenal sejak lama memiliki kemampuan dalam penyimpanan kriopreservasi dan kemampuan inilah yang kemudian kami kembangkan dengan harapan dapat membantu sebanyak mungkin pasien dengan kelainan darah," tutupnya.