Oleh Chandra Bagus Sulistyo

Bank Indonesia (BI) akhirnya menurunkan suku bunga acuan 7-Day Repo Rate (DRR) menjadi 4,50 persen yang telah bertahan sepanjang Oktober 2016 hingga Juli 2017 di level 4,75 persen. Alasannya agar secara cepat memengaruhi pasar uang, perbankan, dan sektor riil. Sebab instrumen DRR diklaim memiliki hubungan lebih kuat ke suku bunga pasar uang, bersifat transaksional, dan dapat mendorong pendalaman pasar keuangan.

Untuk mendorong sektor riil melalui intermediasi kredit perbankan, BI melakukan kreativitas mekanisme berupa reformulasi kerangka operasional kebijakan moneter melalui sejumlah pilar, di antaranya pilar reformulasi kebijakan moneter tersebut adalah penerapan suku bunga acuan DRR yang lebih akomodatif. Giro Wajib Minimum (GWM) averaging dan pendalaman pasar melalui mekanisme penentuan bunga operasi pasar terbuka.

Dulu, digunakan suku bunga acuan BI rate yang mempunyai tenor selama satu tahun. Saat ini, BI menggunakan suku bunga acuan bernama DRR tadi. Tenor suku bunga kebijakan menjadi lebih pendek, tujuh hari. DRR yang bertenor pendek akan membuat transmisi kebijakan moneter menjadi lebih efektif dan lebih cepat sehingga dapat langsung direspons pasar yang menyebabkan pendalaman pasar. Pendalaman pasar yang terjadi akan mampu menggerakkan mekanisme pasar uang yang nantinya menjadi stimulus intermediasi kredit perbankan.

Implementasi kebijakan DRR secara tepat, dapat meningkatkan efektivitas kinerja perbankan. Berdasar data terbaru BI, terlihat ekspansi kredit per Juni 2017, tumbuh sebesar 7,6 persen atau 4.518 triliun (year on year). Untuk penyaluran kredit modal kerja pada Juni 2017 tercatat sebesar 2.097,8 triliun atau tumbuh 6,9 persen (year on year).

Angka ini melambat dibanding realisasi bulan Mei 2017 yang tumbuh 8,5 persen. Sementara itu, penyaluran kredit investasi pada Juni 2017 tercatat sebesar 1.114 triliun atau tumbuh 6,1 persen. Hal tersebut menunjukkan intermediasi perbankan berjalan dan sektor riil bergerak tumbuh, meski melambat.

Kebijakan moneter BI dengan menurunkan DRR pada posisi 4,5 persen (Per Agustus 2017) menjadi sinyal positif pemulihan perekonomian dan diharapkan bisa mendorong perbankan meningkatkan fungsi intermediasi. Setelah itu, penurunan suku bunga instrumen tersebut segera diikuti penurunan suku bunga pasar uang dan suku bunga simpanan perbankan.

Lazim

BI menilai penguatan kerangka operasi moneter ini lazim dilakukan di berbagai bank sentral dan merupakan best practice internasional dalam pelaksanaan operasi moneter. Kerangka operasi moneter selalu disempurnakan untuk meningkatkan efektivitas kebijakan, khususnya untuk menjaga stabilitas harga. Penguatan kerangka operasi moneter juga mempertimbangkan kondisi makroekonomi yang kondusif dalam beberapa waktu terakhir. Ini memberi momentun bagi upaya penguatan kerangka operasi moneter.

Risiko global terkait beberapa hal, antara lain kenaikan suku bunga acuan AS Fed Fund Rate lebih lanjut, rencana penurunan besaran neraca The Fed, dampak pemilihan umum Inggris, serta penurunan harga komoditas, terutama minyak dunia. Sedangkan dari domestic, antara lain berupa, dampak penyesuaian komponen harga yang diatur pemerintah terhadap inflasi, serta berlanjutnya konsolidasi korporasi dan mendorong intermediasi kredit perbankan.

Terkait implementasi GWM averaging. Mulai 1 Juli 2017, BI mengubah aturan GWM dari tetap (fixed) menjadi rata-rata (averaging). Bank cukup memenuhi GWM fixed 5 persen setiap hari. Sementara itu, 1,5 persen sisanya bisa dipenuhi secara rata-rata dalam kurun dua pekan. Artinya, GWM averaging yang ditempatkan bank di BI bisa berfluktasi setiap hari, asalkan dalam periode dua pekan tertentu rata-rata tetap 6,5 persen.

Harapannya, aturan ini bisa memberi fleksibilitas pengelolaan likuiditas bank, mengurangi volatilitas suku bunga pasar uang, dan mendorong pendalaman pasar keuangan. Bank dapat memperkuat likuiditasnya, sehingga mampu menyalurkan kredit ke sektor riil lebih ekspansif.

Kemudian soal pendalaman pasar. BI tahun 2017 telah menerapkan mekanisme penentuan bunga operasi pasar terbuka. Suku bunga operasi pasar yang tadinya fixed rate tender, kini diubah menjadi variable rate tender untuk instrumen di atas satu pekan. Skema ini dinilai lebih mencerminkan kondisi pasar. Lewat skema ini, besaran bunga lebih ditentukan para peserta lelang yang ikut transaksi di BI. Lalu apakah dengan kebijakan moneter ini bisa mendorong perbankan menurunkan suku bunga kredit?

Dampak terdekat yang bisa menurunkan tingkat bunga kredit adalah suku bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB) overnight. Kondisi ini, pertama kali terlihat saat penurunan suku bunga deposito yang kemudian diikuti penurunan suku bunga kredit. Dengan penurunan suku bunga kredit diharapkan merangsang pelaku usaha dalam mengembangkan dan atau memulai usaha baru melalui kredit modal kerja atau kredit investasi.

Reformulasi kerangka kebijakan moneter BI akan berjalan efektif mewujudkan stabilitas moneter yang menjadi landasan pertumbuhan berkelanjutan. Saat ini, transmisi pelonggaran kebijakan moneter terus berjalan baik melalui jalur suku bunga maupun kredit. Pada Juni-Juli 2017, transmisi melalui jalur suku bunga tecermin dari suku bunga deposito yang trennya menurun. Sementara itu, transmisi melalui jalur kredit juga membaik. Ini dapat dilihat dari pertumbuhan kredit yang meningkat hampir mendekati dua dijit sejalan ekonomi dalam negeri yang kondusif.

Reformulasi akan memperkuat likuiditas perbankan dalam intermediasi kredit terutama sektor riil. Meningkatnya aktivitas ekonomi pada sektor riil akan mendorong pertumbuhan berkelanjutan. Ke depan, transmisi moneter yang bergerak cepat, akan mampu lebih mendongkrak pertumbuhan ekonomi semester II-2017 pada kisaran 5,2-5,5 persen.

Penulis Manajer Riset Bisnis & Ekonomi Divisi Perencanaan Strategis PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk

Baca Juga: