» Batu bara adalah sumber energi beremisi tinggi yang bertentangan dengan masa depan yang ramah iklim.

» Indonesia berkomitmen memangkas dan mengganti pembangkit listrik tenaga batu bara dengan energi terbarukan dalam transisi energi.

GLASGOW - Tiga negara yaitu Indonesia, India, dan Filipina akan bergabung dengan Afrika Selatan sebagai penerima pertama program percontohan bernilai miliaran dollar AS. Program yang mendapat pembiayaan dari Climate Investment Fund/CIF) itu bertujuan mempercepat konversi energi dari batu bara ke energi bersih.

Keempat negara penerima program itu menyumbang 15 persen emisi global yang terkait dengan penggunaan batu bara, bahan bakar fosil paling kotor.

Pemangkasan emisi keempat negara tersebut dinilai akan cepat membantu upaya global untuk mewujudkan zero emission pada 2050 yang menjadi tujuan utama Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Iklim COP26 PBB yang masih berlangsung di Glasgow, Skotlandia.

CIF dalam pernyataannya menyebut Program Percepatan Transisi Batu Bara (ACT) adalah program pertama yang menyasar negara-negara berkembang yang kekurangan sumber untuk membiayai peralihan dari batu bara. Langkah tersebut dianggap penting guna membatasi kenaikan suhu global hingga 1,5 derajat Celsius atau 2,7 derajat Fahrenheit pada 2030.

Afrika Selatan, pada Selasa lalu, mengumumkan sebagai negara pertama yang akan menjadi penerima bantuan pertama.

Pembakaran batu bara, sumber tunggal terbesar kenaikan suhu global, menghadapi tantangan kompetitif dari sumber energi terbarukan dengan jumlah pembangkit batu bara yang diperkirakan tumbuh lebih dari dua per tiga secara global pada 2025.

"Batu bara adalah sumber energi beremisi tinggi yang bertentangan dengan masa depan yang ramah iklim," kata Presiden Direktur CIF, Mafalda Duarte.

CIF dibentuk oleh negara dengan ekonomi terbesar di dunia pada 2008 untuk membantu negara-negara miskin mempercepat peralihan ke ekonomi yang rendah karbon. "Tren pasar mulai ke arah yang benar, namun transisinya belum cukup cepat untuk merespons urgensi krisis iklim," kata Duarte.

CIF mengatakan program baru tersebut telah didukung negara-negara maju yang tergabung dalam Kelompok Tujuh (G7). Komitmen keuangan juga datang dari Amerika Serikat (AS), Inggris, Jerman, Kanada, dan Denmark.

Menurut Duarte, CIF akan berinvestasi dalam berbagai proyek mulai dari memperkuat kapasitas domestik negara-negara untuk mengelola transisi energi hingga penonaktifan aset batu bara dan menciptakan peluang ekonomi untuk masyarakat yang bergantung pada batu bara.

Proyek tersebut akan berjalan dengan enam bank pembangunan multilateral untuk menawarkan kepada negara-negara transisi batu bara suatu perangkat keuangan komprehensif yang mencakup pinjaman pendapatan rendah dan bantuan teknis.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, dalam keterangannya mengatakan Indonesia berkomitmen untuk memangkas dan mengganti pembangkit listrik tenaga batu bara dengan energi terbarukan dalam transisi energi.

"Perubahan iklim adalah tantangan global yang perlu disikapi oleh semua pihak dengan memberi contoh," katanya.

Sebagai tindak lanjut dari komitmen pembiayaan, Indonesia, kata Arifin, mencetuskan Program Friend of Indonesia-Renewable Energy (FIRE) sebagai platform yang akan mengoordinasikan dukungan internasional untuk mempercepat proses transisi energi di Indonesia.

Kemitraan itu diharapkan mampu memenuhi komitmen Indonesia dalam mereduksi emisi gas rumah kaca sesuai Nationally Determined Contribution (NDC) pada 2030 sebesar 29 persen dari Bussiness As Usual (BAU) dengan kemampuan sendiri dan 41 persen dengan bantuan internasional.

"FIRE ini merupakan platform baru mengoordinasikan dukungan internasional dalam mengakselerasi proses transisi energi di Indonesia," kata Arifin disela-sela KTT COP26.

Program FIRE, jelasnya, tetap mempertimbangkan kondisi Indonesia dalam upaya mempercepat penghentian pengoperasian pembangkit listrik berbasis batu bara serta membuka jalan bagi Indonesia untuk pencapaian target EBT.

"Program ini akan membantu kami mengembangkan rencana energi jangka panjang dalam memastikan pencapaian ambisi kami, serta meningkatkan kerja sama dengan mitra domestik dan internasional," jelas Arifin.

Dengan mempertimbangkan peralihan lanskap energi global menuju ekonomi rendah karbon dan Net Zero Emission (NZE), Indonesia melakukan exercise kembali untuk memberhentikan sekitar 9,2 gigawatt (GW) pembangkit listrik tenaga uap berbasis batu bara lebih awal sebelum 2030.

Sebanyak 5,5 GW dari PLTU dipensiunkan dini itu, tanpa penggantian ke pembangkit listrik EBT. Penghentian itu akan mengurangi emisi 36 juta ton CO2 dengan total investasi yang dibutuhkan adalah 26 miliar dollar AS.

Sisanya 3,7 GW PLTU batu bara akan pensiun dini dan diganti dengan pembangkit listrik EBT. Langkah tersebut akan mengurangi 53 juta ton CO2 dengan total investasi 22 miliar dollar AS yang terdiri dari delapan miliar dollar untuk penghentian PLTU dan 14 miliar dollar untuk EBT.

Untuk mencapai itu butuh kerja sama internasional dalam hal sharing technology dan capacity building, bantuan teknis dan akses teknologi terkini serta mendukung penciptaan lapangan kerja baru, serta peningkatan investasi di bidang energi terbarukan, efisiensi energi, dan proyek infrastruktur.

Ketua Komisi VII DPR, Sugeng Suparwoto, dalam keterangannya mengatakan transisi energi dengan mengoptimalkan energi baru dan terbarukan bukan lagi pilihan, tetapi keharusan yang mesti dilaksanakan setiap negara.

Pengamat Energi dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Fahmi Radhi, menyambut baik langkah tersebut karena negara-negara seperti rekomendasi COP26 harus bermitra dengan berbagi teknologi, pembiayaan dan capacity building guna mengatasi perubahan iklim.

"Kerja sama membuka peluang percepatan teknologi energi terbarukan baik pembangkit tenaga surya dan bayu serta geothermal yang sumbernya melimpah," kata Fahmi.

Baca Juga: