Pascapandemi Covid-19, pemulihan ekonomi nasional terbantu oleh tingginya harga komoditas unggulan, terutama batu bara, nikel, dan kelapa sawit, tetapi ujian sesungguhnya akan terlihat pada pertengahan 2023.

JAKARTA - Pemerintah perlu menggenjot lagi kinerja perekonomian nasional, mengingat pertumbuhan ekonomi dinilai stagnan selama 10 tahun terakhir. Angka tersebut masih jauh dari target 7 persen yang pernah dicanangkan di awal kepemimpinan pemerintahan ini.

"Target pertumbuhan ekonomi pada 2024 yang dicanangkan oleh pemerintah sebesar 5,2 persen, menjadikan pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami stagnasi dalam sepuluh tahun terakhir, atau semenjak pemerintahan ini berkuasa tahun 2014," ungkap anggota Komisi XI DPR RI, Anis Byarwati, Senin (21/8), merespons pidato pengantar RAPBN dan Nota Keuangan 2024 oleh Presiden dalam Rapat Paripurna DPR RI pada 16 Agustus lalu.

Anis Byarwati mengingatkan angka pertumbuhan ekonomi selama 10 tahun terakhir masih jauh dari target 7 persen, seperti yang disampaikan pada awal masa kepemimpinan Presiden. Selain itu dalam RPJMN 2020-2024 tertuang pula target pertumbuhan ekonomi dalam kisaran 6,0-6,2 persen pada akhir 2024.

"Tahun 2024 akan menjadi APBN terakhir yang akan dijalankan oleh pemerintahan saat ini, sebelum nantinya terjadi peralihan kepemimpinan nasional pada Oktober 2024. Dalam sepuluh tahun terakhir rata-rata tingkat pertumbuhan ekonomi yang mampu dicapai oleh pemerintah hanya mencapai 4,23 persen," lanjutnya.

Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Negara (BAKN) DPR itu menjelaskan pasca-Covid-19 pemulihan ekonomi Indonesia banyak terbantu oleh tingginya harga komoditas unggulan, seperti batu bara, nikel, kelapa sawit, dan komoditas lainnya. "Ujian sesungguhnya akan terlihat ketika harga komoditas tersebut mulai turun pada pertengahan 2023," ujarnya.

Anis menilai proses konsolidasi fiskal dan transformasi struktural yang sudah dilaksanakan dalam beberapa tahun terakhir belum terlalu banyak mempengaruhi perekonomian nasional. Begitu pula dengan sektor perpajakan, membaiknya penerimaan perpajakan belum sepenuhnya hasil dari implementasi kebijakan UU HPP, tetapi masih sangat terbantu oleh harga komoditas.

Seperti diketahui, pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam rentang 2014-2019 berada di atas 5 persen, namun masih di bawah 5,1 persen, sebelum akhirnya terkontraksi 2,07 persen pada 2020. Pertumbuhan kembali mengalami tren positif pada 2021 dengan capaian 3,69 persen dan naik menjadi 5,3 persen pada 2022.

Terpengaruh Global

Anggota Komisi XI DPR RI, Muhammad Misbakhun, mengatakan perlu pula diingat bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia itu juga tergantung pertumbuhan ekonomi global. "Hal itu tergantung pada bagaimana situasi geopolitik, situasi apakah kondusif untuk memberikan daya tekan terhadap pertumbuhan ekonomi global," ujar Misbakhun.

Lebih lanjut, dia menjelaskan meskipun pemerintah mematok pertumbuhan ekonomi 7 persen, namun jika pertumbuhan ekonomi global tidak mendukung, target tersebut tidak akan tercapai. Misbakhun lantas menekankan memang pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak bisa mencapai 6 persen, tetapi nilai inflasi bisa ditekan sampai jauh di bawah 3 persen.

Baca Juga: