JAKARTA - Transformasi di bidang pendidikan mencakup edukasi perubahan iklim. Dibandingkan negara-negara maju, Indonesia cukup tertinggal soal edukasi perubahan iklim. Demikian pengakuan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim, dalam webinar terkait pendidikan iklim, di Jakarta, Rabu (17/11).

"Sistem pendidikan selama ini menuntut anak menghafal materi dan lulus ujian," ujarnya. Dia menilai, sistem ini belum berhasil membangun kesadaran guru dan orang tua bahwa edukasi lingkungan hidup adalah cara menyelamatkan generasi penerus.

Dia menyebut transformasi sistem pendidikan Indonesia memasukkan edukasi lingkungan hidup. Proses pembelajaran pun akan mengedepankan konsep keberlanjutan. "Transformasi holistik sistem pendidikan telah dan akan menjadi tujuan gerakan merdeka belajar, dan kurikulum adalah salah satu yang kami evaluasi," jelasnya.

Lebih jauh, Nadiem menuturkan, kehadiran Asesmen Nasional (AN) memungkinkan metode pembelajaran berbasis proyek yang menjadi nyawa dari merdeka belajar. Murid dapat belajar dari hal- hal yang relevan dengan kebutuhan dunia nyata, termasuk kebutuhan akan edukasi perubahan iklim.

Dia menekankan, hal penting dalam edukasi perubahan iklim adalah nilai-nilai kearifan lokal dalam pendidikan. Para pendahulu telah mengajarkan akan pentingnya menjaga alam."Jangan sampai pemenuhan kebutuhan manusia mengorbankan kondisi alam. Ajaran tersebut perlu kita pegang teguh dan tanamkan kepada anak-anak kita," katanya.

Dia menyebut, diskusi tentang perubahan iklim tidak perlu membahas konsep-konsep yang besar. Justru harus menghasilkan langkah-langkah spesifik terkait edukasi tentang isu lingkungan dan perubahan iklim. "Sebab, situasi dan konsekuensinya sudah nyata dari perubahan iklim sudah kita lihat dan rasakan sendiri setiap hari," tandasnya.

Sebagai informasi, koalisi Climate Education Now menyerahkan petisi yang berisi 5 tuntutan soal pendidikan iklim. Kelima tuntutan itu mengintegrasikan pendidikan iklim ke dalam nilai-nilai inti dari setiap kurikulum. Kemudian, menyediakan pendidikan iklim yang inklusif untuk semua orang.

Lalu, mendukung kesehatan mental peserta didik dan tenaga kependidikan dalam mengatasi kecemasan iklim. Berikutnya, melatih guru dan menyediakan materi praktik belajar pendidikan iklim. Terakhir, membantu mewujudkan aksi penurunan emisi karbon di lingkungan penyelenggaraan pendidikan paling lambat tahun 2030.

Sementara itu, Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan, Anindito Aditomo, mengapresiasi semangat pelajar serta anak muda yang ikut memikirkan isu krisis iklim secara komprehensif. Menurutnya, sebagian dari tuntutan koalisi sudah dibahas di kementerian, namun membutuhkan waktu untuk pelaksanaannya."Salah satu yang dilakukan adalah mengintegrasikan kurikulum iklim dari nilai yang paling dasar yaitu pelajar pancasila," terangnya.

Baca Juga: