JAKARTA - Bank Indonesia (BI) mencatat transaksi digital melalui Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) meningkat 32,5 persen menjadi 727,2 miliar rupiah selama satu minggu penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat. Dari sisi jumlah, transaksi menggunakan QRIS juga tercatat naik 7,63 persen selama PPKM Darurat menjadi sebanyak 8,37 juta kali.

"Maka dari itu, masyarakat kini terlihat semakin tertarik menggunakan layanan transaksi digital daripada bank," ujar Kepala Grup Departemen Surveilans BI Budiatmaka dalam taklimat media di Jakarta, Rabu (14/7).

Dalam kesempatan sama, Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Filianingsih Hendarta menambahkan jumlah merchant yang menyediakan layanan QRIS hingga saat ini telah mencapai 7,7 juta. Dengan demikian, dia menilai, QRIS merupakan salah satu game changer di era Covid-19 karena bisa membantu masyarakat melakukan transaksi ekonomi tanpa tatap muka.

Ke depan, bank sentral akan memperluas fungsi QRIS agar bisa digunakan untuk tarik tunai, transfer, dan setor tunai, sehingga bisa lebih membantu masyarakat di era PPKM. "Artinya transaksi ekonomi tidak terhenti, tetap bisa berjalan dengan dukungan QRIS," kata Filianingsih.

Lebih lanjut, BI menerbitkan Peraturan BI (PBI) No.23/6/PBI/2021 tentang Penyedia Jasa Pembayaran (PJP) dan PBI No.23/7/PBI/2021 tentang Penyelenggara Infrastruktur Sistem Pembayaran (PIP) untuk memperkuat ekosistem penyelenggaraan sistem pembayaran.

Perkuat Ekosistem

Filianingsih mengatakan penerbitan regulasi ini diarahkan untuk memperkuat ekosistem sistem pembayaran Indonesia secara end-to-end serta mendorong praktik bisnis yang sehat melalui kolaborasi dengan perwakilan industri untuk mengakselerasi ekonomi dan keuangan digital yang inklusif.

"Kedua PBI ini berlaku pada 1 Juli 2021, persis bersamaan dengan pemberlakuan PBI induk, yakni PBI Sistem Pembayaran yang sudah dikeluarkan pada Desember 2020," kata Filianingsih dalam taklimat media di Jakarta, Rabu.

Dia menjelaskan, terdapat tiga pokok-pokok reformasi dalam PBI PJP dan PBI PIP, yakni simplifikasi dan efisiensi, restrukturisasi, dan optimalisasi. Simplifikasi dan efisiensi penyelenggaraan sistem pembayaran di Indonesia itu berupa penyederhanaan pemrosesan izin PJP dan penetapan PIP, serta dalam pemrosesan pengembangan aktivitas, produk, dan/atau kerja sama berbasis risiko.

Sementara, proses restrukturisasi dikaitkan dengan persyaratan modal disetor minimum bagi PJP dan PIP berdasarkan aktivitasnya, serta pemenuhan kewajiban permodalan sistem pembayaran (KPSP), manajemen risiko, dan standar keamanan sistem informasi berdasarkan klasifikasi Penyelenggara Sistem Pembayaran Sistemik (PSPS), Penyelenggara Sistem Pembayaran Kritikal (PSPK), dan Penyelenggara Sistem Pembayaran Umum (PSPU).

Baca Juga: