Pengguna transaksi nontunai di Tanah Air sampai saat ini masih timpang karena terpusat di wilayah perkotaan.
BANDUNG - Transaksi nontunai di pertokoan ritel sampai saat ini masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan transaksi tunai. Meski demikian, tren transkasi nontunai terus menunjukkan peningkatan.
Sekretaris Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Hendri Hendarta, mengatakan transaksi nontunai di ritel dalam asosiasi masih di bawah 25 persen. Bahkan, ritel yang memanfaatkan jaringan online untuk menjual produk dan transaksi nontunainya masih tergolong rendah. "Kalau transaksi nontunai, baik debit, kartu kredit atau uang elektronik langsung di tempat masih kecil hanya 25 persen.
Bahkan, anggota asosiasi kami, yang ada transaksi melalui online juga hanya 10 persen saja yang nontunai," ujarnya dalam seminar bertajuk Implementasi Era Nontunai bagi Masyarakat dan Pelaku Usaha di Universitas Sangga Buana (USB), Bandung, Jawa Barat, Senin (20/11). Padahal, Hendri mengakui transaksi nontunai akan memudahkan pembayaran.
Menurut dia, konsumen pun lebih diuntungkan. Namun, dia juga mengakui jika transaksi nontunai ini masih lebih banyak dilakukan di wilayah perkotaan. Dia yakin, ke depan transaksi nontunai akan meningkat seiring berubahnya budaya belanja di masyarakat dari belanja langsung ke belanja online.
"Susah untuk menyediakan koin pecahan kecil, kalau ada kembalian di minimarket terkadang disumbangkan. Kalau nontunai tidak perlu uang kembalian, sebab dibayar sesuai harga," katanya.
Abaikan Konsumen
Namun, Ketua Himpunan Lembaga Konsumen Indonesia (HLKI) Jawa Barat (Jabar), Firman Turmantara, menilai program nontunai terkesan dipaksakan dan mengabaikan hak konsumen. Menurut dia, konsumen tidak diberi alternatif lain.
"Salah satunya adalah adanya aturan dalam Undang-undang Konsumen yang di dalamnya ada pasal kewajiban memberikan pilihan. Jika melihat kasus e-Toll, konsumen ini dipaksa membayar dengan nontunai. Seharusnya tetap sediakan gerbang bayar tunai," jelasnya. Dia mengatakan banyak keluhan diterima dari masyarakat terkait kewajiban penggunaan transaksi nontunai di Jalan tol tersebut.
Misalnya terkait susahnya dalam menemukan tempat mengisi ulang e-Money atau ternyata kartu e-Money belum bisa digunakan untuk pembayaran di sejumlah ritel dan SPBU di daerah. "Infrastrukturnya masih belum siap, mesin pembaca di jalan tol masih perlu perbaikan. Sosialisasi juga masih kurang, sehingga banyak yang salah cara pakainya," kata dia.
Ketua Tim Pengawas Sistem Pembayaran Bank Indonesia Jabar, Hermawan Novianto, mengatakan sosialisasi terus dilakukan oleh BI dan bank penerbit kartu e-Money, namun memang masih belum dilakukan secara masif. "Saat pemberlakuan transkasi nontunai di Jalan tol kami terus sosialisasikan kepada masyarakat.
Bagaimana cara penggunaannya dan juga menyiapkan infrastrukturnya," tegas dia. Ia menegaskan secara perlahan masyarakat nantinya akan mulai terbiasa dengan penggunaan e-Money bukan hanya di jalan tol, namun juga untuk transkasi di pertokoan. BI Bahkan sedang menggodok rencana pemberlakuan satu mesin EDC untuk semua transaksi nontunai, tanpa melihat asal bank penerbit kartu.
"Nanti semua akan dipermudah dengan penggunaan mesin EDC yang sama, semua bank bisa menggunakan satu mesin saja. Ini juga akan mempermudah toko ritel," jelasnya.
tgh/E-10