JAKARTA - Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) mengungkapkan nilai transaksi aset kripto sepanjang Januari-November 2022 mencapai 296,66 triliun rupiah. Angka tersebut turun drastis dibanding pada 2021 sebesar 859,4 triliun rupiah.

"Ada penurunan lebih dari 50 persen," ujar Plt Kepala Bappebti Kemendag, Didid Noordiatmoko, dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (4/1).

Selain itu, kata dia, tercatat total pelanggan terdaftar aset kripto meningkat, yakni dari 11,2 juta pada 2021 menjadi 16,55 juta pada 2022. Pihaknya juga memprediksi aktivitas aset kripto akan mengalami winter, berdasarkan data Statista Global Consumer Survey.

Survei dengan responden yang telah berinvestasi kripto di Amerika Serikat pada 2022 sebesar 18 persen, sedangkan penduduk yang berencana berinvestasi sebesar 15 persen. Sementara pada 2020, popularitas pemilik aset kripto adalah sebesar 8 persen naik menjadi 11 persen.

Meski demikian, Didid memproyeksikan pada 2023, aset kripto akan bangkit meski secara perlahan. Terkait potensi kripto, Didid menyampaikan tengah melakukan review terhadap 151 koin baru aset kripto, dan sejauh ini tercatat 383 koin kripto telah resmi terdaftar.

"Kami sedang melakukan analytical hierarchy process (AHP) terhadap 151 jenis koin di mana, di dalamnya itu ada 10 jenis koin lokal juga," ujarnya.

Pihaknya juga berharap dan mendorong agar koin kripto lokal buatan lokal terus bertambah. "Semakin banyak koin lokal semakin baik bagi kita karena itu jadi karya anak bangsa. Koin dalam negeri akan jauh lebih mudah diawasi," katanya.

Pengelolaan Berpindah

Lebih lanjut, Didid membantah Bappebti bantah gagal kelola aset kripto dan derivatif. Hal itu menyusul pengelolaan aset kripto dan perdagangan derivatif berpindah ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

"Tidak ada hal yang mengatakan Bappebti gagal mengelola kedua hal tersebut. Bahwa kedua hal ini masih banyak catatan iya. Tapi kalo disebut dengan kegagalan masih jauh," ujar Didid.

Menurutnya, baik aktivitas kripto maupun derivatif yang terkait dengan sekuritas dan mata uang ini justru tumbuh sejak 2018 dan permasalahan memang ada, namun relatif dapat diatasi.

Sementara terkait masa transisi dari Bappebti ke OJK berdasarkan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU P2SK) atau UU Omnibus Law di bidang keuangan, diberikan durasi selama 24 bulan dan masa transisi ini pun akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) yang akan disusun dalam waktu enam bulan.

Dalam kesempatan tersebut Didid juga menuturkan penyebab lain aset kripto dan perdagangan derivatif berpindah, yakni berdasarkan laporan Financial Stability Board (FSB) pada 2022 terjadi pertumbuhan nilai aset kripto yang pesat dapat berdampak pada nilai keuangan.

Baca Juga: