Segera gelar Kongres Luar Biasa guna menghasilkan kepengurusan berintegritas, profesional, bertanggung jawab, dan bebas konflik kepentingan.
JAKARTA - Anggota Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF), Anton Sanjoyo, menegaskan nyawa 133 korban tragedi Kanjuruhan adalah tanggung jawab PSSI. Namun sampai sekarang, orang-orang PSSI lepas tangan. Penegasan ini disampaikan Anton saat menanggapi janji PSSI mau mentransformasi total sepak bola nasional, Rabu (19/10).
Anton mengatakan, sebelum berbicara tentang transformasi, PSSI seharusnya bertanggung jawab penuh. Dia menilai bahwa kematian 133 orang saat tragedi Kanjuruhan menjadi tanggung jawab bersama, khususnya orang-orang yang ada di PSSI. "Kematian 133 orang, tidak satu pun orang di PSSI bertanggung jawab," ujar Anton.
Dia khawatir, 133 nyawa atas tragedi Kanjuruhan hanya tinggal angka karena tidak ada pertanggungjawaban. Dia lantas membandingkan sikap mantan Ketua Umum PSSI, Azwar Anas, yang memilih mundur saat kasus sepak bola gajah.
"Azwar Anas mundur sebagai Ketua Umum PSSI setelah kasus sepak bola gajah Timnas Indonesia di Piala Tiger 1998. Di Kanjuruhan, 133 orang tewas karena asosiasi (PSSI) lalai dan abai akan peraturan. Kita lihat saja perbedaanya," tandasnya.
Janji
Sebelumnya, PSSI berjanji mentransformasi total sepak bola nasional. Janji tersebut diucapkan usai bertemu Presiden FIFA, Gianni Infantino, Selasa (18/10). "Kami akan merombak secara maksimal. Kami akan membuktikan dalam aksi nyata supaya semua bisa melihat bahwa PSSI tidak lagi sama," ujar anggota Komite Eksekutif (Exco) PSSI, Vivin Cahyani Sungkono, dikutip situs resmi PSSI, Rabu (19/10).
Namun dari pengalaman, tidak pernah ada reformasi di tubuh PSSI, yang ada malah gerakan selalu mempertahankan status quo. Semua saling melindungi. Sepanjang sepak bola Tanah Air, tidak pernah ada reformasi PSSI. Maka, prestasi sepak bola juga tidak maju.
Namun, Vivin mengatakan langkah pertama PSSI untuk mengubah wajah sepak bola bekerja sama erat dengan Gugus Tugas Transformasi Sepak Bola Indonesia beranggotakan FIFA, AFC, PSSI dan beberapa kementerian. PSSI kemudian akan membenahi sistem pertandingan dan mendorong klub-klub mendapat lisensi profesional dari AFC.
"Tujuannya supaya klub mengetahui yang harus dilakukan seperti jumlah penonton harus sesuai dengan kapasitas. Kemudian, steward yang bertugas harus benar-benar dilatih dengan baik," jelas Vivin. Untuk mewujudkan janji tersebut, PSSI membutuhkan bantuan seluruh pemangku kepentingan sepak bola, termasuk pemerintah, seperti Kemenpora, KONI, dan KOI.
PSSI juga mengharapkan Presiden Joko Widodo memberikan arahan. "FIFA sudah mohon kepada pemerintah untuk membantu PSSI dalam pengadaan VAR. Sebab dari situlah integritas pertandingan akan semakin meningkat. FIFA dan AFC juga memberikan asistensi penuh kepada PSSI dalam beberapa bulan ke depan," ujar Vivin.
PSSI juga akan menindaklanjuti rekomendasi TGIPF setelah adanya evaluasi Gugus Tugas Transformasi Sepak Bola Indonesia tentang tragedi Kanjuruhan di Malang. Gugus tugas beranggotakan perwakilan dari FIFA, AFC, PSSI, beberapa kementerian dan Polri. Jika sesuai dengan alur waktu yang sudah disepakati, gugus tugas akan rapat perdana 21 Oktober.
Pada tanggal 14 Oktober, TGIPF Tragedi Kanjuruhan mengeluarkan rekomendasi. Salah satunya menyatakan bahwa jajaran Exco PSSI, termasuk Ketua Umum PSSI Mochamad Iriawan, harus mengundurkan diri sebagai bentuk pertanggungjawaban moral atas jatuhnya 133 nyawa di Stadion Kanjuruhan.
Rekomendasi TGIPF, yang diketuai Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD, sudah diserahkan kepada Presiden Joko Widodo. TGIPF pun merekomendasikan agar PSSI menggelar Kongres Luar Biasa (KLB) guna menghasilkan kepemimpinan dan kepengurusan PSSI yang berintegritas, profesional, bertanggung jawab, dan bebas dari konflik kepentingan. ben/G-1