Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud mengatakan saat ini banyak tantangan yang harus dihadapi dalam proses transisi energi. Meski demikian, pihaknya sudah memiliki tahapan transisi energi.

JAKARTA - Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud mengatakan saat ini banyak tantangan yang harus dihadapi dalam proses transisi energi. Meski demikian, pihaknya sudah memiliki tahapan transisi energi.

"TPN Ganjar Mahfud sudah memiliki dua tahapan transisi energi itu," ujar Dewan Pakar TPN Ganjar-Mahfud, Agus Hermanto, dalam Diskusi Meneropong Bioenergi di Tangan Calon Presiden dan Wakil Presiden 2024-2029, secara daring, Selasa (16/1).

Agus menerangkan, tahapan pertama adalah dieselisasi sebab masih banyak Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) yang masih beroperasi di kawasan Indonesia timur. Menurutnya, hal tersebut harus dihilangkan secepatnya.

Dia melanjutkan, tahapan kedua adalah tidak merencanakan lagi pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan menguranginya secara bertahap. Dalam proses ini, harus disiapkan juga pengganti energi yang telah dikurangi. "Setelah itu baru kita masuk masalah energinya. Mempercepat pengembangan energi terbarukan," jelasnya.

Energi Terbarukan

Agus menerangkan, Energi Terbarukan yang bisa digunakan untuk mengganti kekurangan adalah energi surya dan energi angin. Keduanya bisa dilakukan dengan cepat. "Itu tinggal menunggu perjanjian kerja sama saja dengan PLN. Itu rasanya bisa dengan cepat dipakai," katanya.

Dia menambahkan, pembangunan desa mandiri energi dengan EBT lokal mesti dipercepat. Sebagai contoh, di Kalimantan banyak sumber-sumber minihidro yang bisa dimanfaatkan.

Terkait bahan baku bioenergi, Agus menyatakan bahwa memang ada sumber alternatif selain pelet kayu yang bisa digunakan. Beberapa di antaranya yaitu minyak goreng bekas, singkong, bahkan kacang- kacangan.

"Strategi kami adalah menerapkan kebijakan inventarisasi CPO (crude palm oil), kemudian melakukan pemetaan target apakah tujuannya untuk B30 atau B40. Ini dilakukan secara berimbang dengan mengutamakan konsumsi masyarakat, baru yang terakhir adalah untuk ekspor," ucapnya.

Agus menekankan, tahapan lainnya adalah pemanfaatan panas bumi yang saat ini baru dimanfaatkan hanya 10 persen dari potensi energi 9 gigawatt. Meski pembangunannya lama, mesti tetap dikerjakan sambil memanfaatkan energi terbarukan lain seperti biodiesel.

"Kalau membangun panas bumi agak lama sehingga dalam prosesnya butuh kegiatan bioenergi. Bioenergi digunakan untuk biodiesel dan biofuel yang diambil dari CPO," terangnya.

Direktur Eksekutif Traction Energy Asia, Tommy Pratama, menjelaskan, penggunaan bioenergi menjadi salah satu bentuk transisi energi ramah lingkungan yang tengah digalakkan oleh pemerintah saat ini. Meski begitu, dia khawatir, produksi bioenergi, khususnya biofuel, secara besar-besaran bakal mengancam ketahanan pangan dan hutan yang tersisa. "Menggantungkan transisi energi pada biofuel atau bioenergi dikhawatirkan akan memicu persaingan antara pangan versus energi yang dapat berujung pada melonjaknya harga pangan," sebutnya.

Baca Juga: