Konten-konten yang dipublikasikan di media sosial harus tetap mempertimbangkan nilai-nilai etika, moral, kesusilaan, dan nilai-nilai agama.

Saat membuka Rapat Koordinasi Nasional Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Tahun 2020, Selasa (3/11), PresidenJoko Widodomenyinggung tentang toxicatau racun media sosial.

Jokowi mengingatkan toxic media sosial sepertihoaxdan ujaran-ujaran kebencian, bisa menimbulkan perpecahan.

Sebagai Kepala Negara, Presiden telah berulang kali memperingatkan tentang toxic media sosial tersebut. Peringatan berulang-ulang itu wajar karena Presiden menyadari masih banyak warga negara kita yang miskin literasi media sosial.

Masih banyak warga yang tuna-etika di media sosial. Literasi media sosial yang rendah itu sering melahirkan perilaku tidak santun dan menyinggung orang lain dalam menggunakan media sosial.

Media sosial, sepertiFacebook, Twitter, YouTube, hinggaInstagramsaat ini memang telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan warga negara.

Bila digunakan dengan bijak, media sosial tentu dapat membawa banyak manfaat positif bagi penggunanya. Tetapi sebaliknya, penggunaanmedia sosialyang kurang bijak dapat berujung pada malapetaka dan menyengsarakan dirinya sendiri.

Harus kita akui, salah satu kemudahan yang ditawarkan oleh media sosial adalah terhubung dengan orang lain tanpa kendala jarak dan waktu. Kecepatan pertukaran informasi ini memungkinkan beberapa informasi yang beredar di media sosial terkadang tidak tersaring dengan baik dan diragukan kredibilitasnya.

Karena itu, pengguna media sosial perlu mengecek kebenaran informasi yang mereka dapatkan dari media sosial sebelum dipublikasikan. Seberapa pun menariknya informasi yang didapatkan, jangan menyebarkan informasi yang belum terbukti kebenarannya.

Sebagai makhluk sosial yang hidup dalam lingkungan beragam, penting bagi pengguna media sosial menghindari berbagi informasi yang menyinggung suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Penggunaan bahasa yang santun harus diperhatikan saat berkomunikasi di media sosial agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.

Kita sepakat bahwa berbeda pendapat memang hal yang lumrah. Akan tetapi, perbedaan pendapat ini perlu disikapi secara dewasa, santun, dan sopan melalui dialog atau diskusi, terlebih dalam ranah media sosial yang bisa diakses oleh siapa saja.

Konten-konten yang dipublikasikan di media sosial harus tetap mempertimbangkan nilai-nilai etika, moral, kesusilaan, dan nilai-nilai agama.

Yang harus kita pahami dan sepakati adalah kemerdekaan menyatakan pikiran serta hak memperolehinformasimelalui penggunaan dan pemanfaatanteknologiinformasi pada hakikatnya ditujukan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta memberikan rasa aman dan keadilan.

Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, hak dan kebebasan penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi tersebut haruslah dilakukan dengan tetap mempertimbangkan aturanhukumyang berlaku, yaitu undang-undang. Bila mengabaikan norma-norma yang berlaku, Anda bisa terjerat hukum, yakni Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Bagi Anda yang mendistribusikan/menyebarkan konten yang memiliki muatan melanggar kesusilaan maka akan dikenakan Pasal 45 Ayat (1) dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Bila Anda mendistribusikan/menyebarkan konten yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik maka akan dijerat Pasal 45 Ayat (3), dengan ancaman pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).

Sedangkan bila Anda mendistribusikan/menyebarkan konten yang memiliki muatan berita bohong dan menyesatkan maka akan dikenakan Pasal 45A Ayat (1) dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Demikain juga bila Anda menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat, berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) maka Pasal 45A Ayat (2) akan menjerat Anda dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Karena itu, berhati-hatilah dalam menggunakan media sosial. ν

Baca Juga: