WASHINGTON - Menteri Keuangan Amerika Serikat, Janet Yellen, pada Rabu (29/3), di Washington, menolak gagasan peningkatan modal jangka pendek untuk Bank Dunia. Dia juga berharap calon kandidat Presiden Bank Dunia yang dijagokan AS, Ajay Banga, memenangkan pemilihan sebagai pemimpin bank berikutnya.

Yellen kepada anggota parlemen AS mengatakan keinginannya agar reformasi Bank Dunia memperluas pinjaman untuk melawan perubahan iklim dan krisis global lainnya, sebagian besar dengan memperluas sumber daya bank yang ada, mengadopsi kebijakan pembiayaan inovatif dan memobilisasi keuangan swasta.

Peningkatan modal adalah salah satu proposal yang dibuat Bank Dunia pada Januari lalu, dan hal itu tidak akan terealisasi tanpa dukungan dari AS sebagai pemegang saham dominan Bank Dunia.

"Kami tidak meminta peningkatan modal," kata Yellen selama dengar pendapat anggaran dengan subkomite alokasi DPR AS untuk Negara Bagian, Operasi Asing, dan Program Terkait. "Kami ingin melihat mobilisasi yang lebih baik dari sumber daya swasta bersama dengan investasi Bank Dunia juga, tapi kami tidak meminta penambahan modal saat ini."

Peningkatan modal yang diusulkan dibuat ketika Bank Dunia meluncurkan peta jalan evolusi untuk memenuhi tantangan seperti Yellen buat tahun lalu untuk memperluas misinya di luar pinjaman proyek pembangunan khusus negara guna mengatasi krisis global.

Peningkatan modal akan membutuhkan miliaran dollar AS, dan dalam penambahan itu, AS harus berkontribusi dalam jumlah yang besar untuk mempertahankan kepemilikan sahamnya di bank. Langkah itu berbenturan dengan tuntutan dari Partai Republik untuk pemotongan pengeluaran sebagai imbalan untuk menaikkan pagu utang federal AS.

Kemampuan Menurun

Rencana evolusi Bank Dunia telah disusun Presiden Bank Dunia saat ini, David Malpass yang dinominasikan Presiden AS sebelumnya, Donald Trump. Malpass mengumumkan pengunduran dirinya pada Februari setelah gagal mendukung konsensus ilmiah tentang perubahan iklim.

Kepada Reuters seperti dikutip Antara, Malpass mengatakan reformasi rasio pinjaman dapat membuka tambahan kapasitas pinjaman tahunan sebesar empat miliar dollar AS atau 40 miliar dollar AS selama satu dekade, angka yang jauh di bawah ratusan miliar dollar yang menurut laporan G20 dimungkinkan.

Pakar Ekonomi Universitas Katolik Atmajaya Jakarta, Yohanes B Suhartoko, mengatakan sebagai lembaga intermediasi "government to government, kekuatan modalnya sangat bergantung ke negara-negara anggotanya terutama negara besar.

Penolakan AS untuk meningkatkan modal jangka pendek, berkaitan dengan menurunnya kemampuan keuangan negara-negara besar utama. "Untuk itulah, mereka memobilisasi dana swasta dengan risiko biaya bunga meningkat," papar Suhartoko.

Baca Juga: