BEIJING - Beijing bersedia melakukan upaya maksimal untuk mengupayakan "penyatuan kembali" secara damai dengan Taiwan. Hal ini disampaikan setelah berminggu-minggu menggelar manuver militer dan latihan perang di dekat pulau yang memiliki pemerintahan sendiri itu.

"Tanah air harus dipersatukan kembali dan mau tidak mau akan dipersatukan kembali. Tekad Tiongkok untuk melindungi wilayahnya tidak tergoyahkan," kata Juru bicara Kantor Urusan Taiwan Tiongkok, Ma Xiaoguang pada konferensi pers, di Beijing, Rabu (21/9).

Tiongkok menegklaim Taiwan yang diperintah secara demokratis sebagai wilayahnya. Pemerintah Taiwan menolak klaim kedaulatan Tiongkok, dengan mengatakan hanya penduduk pulau itu yang dapat memutuskan masa depan mereka.

Komentar Ma muncul beberapa hari setelah Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, mengatakan pasukan militer AS akan membela Taiwan jika ada "serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya".

Keluhan Resmi

Tiongkok mengajukan keluhan resmi kepada AS sebagai tanggapan, menunjukkan komentar Biden mengirimkan "sinyal yang salah besar" kepada pasukan separatis di Taiwan.

Tiongkok telah melakukan latihan di dekat Taiwan, termasuk menembakkan rudal ke perairan dekat pulau itu, sejak awal Agustus setelah Ketua DPR AS, Nancy Pelosi, mengunjungi Taipei.

Tiongkok telah mengusulkan model "satu negara, dua sistem" untuk Taiwan, mirip dengan formula di mana bekas jajahan Inggris di Hong Kong kembali ke pemerintahan Tiongkokpada tahun 1997.

"Taiwan dapat memiliki sistem sosial yang berbeda dari daratan yang akan memastikan cara hidup mereka dihormati, termasuk kebebasan beragama," kata Ma.

"Tapi itu harus di bawah prasyarat untuk memastikan kedaulatan nasional, keamanan dan kepentingan pembangunan," tambahnya.

Semua partai politik utama Taiwan telah menolak proposal itu, dan hampir tidak ada dukungan publik, menurut jajak pendapat.

Tiongkok juga tidak pernah meninggalkan penggunaan kekuatan untuk membawa Taiwan di bawah kendalinya. Pada 2005, negara tersebut mengesahkan undang-undang yang memberikannya dasar hukum untuk tindakan militer terhadap Taiwan jika ia memisahkan diri atau tampaknya akan melakukannya.

Tiongkok telah menolak untuk berbicara dengan Presiden Taiwan, Tsai Ing-wen, sejak dia pertama kali menjabat pada 2016, dengan keyakinan bahwa dia adalah seorang separatis. Dia telah berulang kali menawarkan untuk berbicara atas dasar kesetaraan dan saling menghormati.

Namun pendahulu Tsai, Ma Ying-jeou, mengadakan pertemuan penting dengan Presiden Tiongkok,Xi Jinping di Singapura pada 2015.

Kepala Departemen Penelitian di Kantor Kerja Taiwan Partai Komunis Tiongkok, Qiu Kaiming, mengatakan, pertemuan Xi-Ma menunjukkan "fleksibilitas strategis" mereka terhadap Taiwan. SB/ST/N-3

Baca Juga: