BEIJING - Presiden Tiongkok, Xi Jinping, menyerukan pembangunan "jembatan" dalam ekonomi global, saat Beijing bergulat dengan perselisihan ekonomi dan keamanan dengan negara-negara tetangga dan mitra dagangnya di seluruh dunia.

Dikutip dari The Straits Times, Jumat (28/6), Xi dalam konferensi memperingati prinsip-prinsip panduan Tiongkok dalam urusan luar negeri, yang pertama kali dirumuskan 70 tahun lalu, menyebutkan Tiongkok tidak akan pernah meninggalkan jalan pembangunan damai.

Tiongkok tidak akan menjadi negara kuat yang mencoba mendominasi negara lain, kata Xi kepada peserta konferensi yang mencakup mantan Presiden Myanmar, Thein Sein dan mantan Sekretaris Jenderal Partai Komunis Vietnam, Nong Duc Manh.

"Menghadapi sejarah damai atau perang, kemakmuran atau persatuan atau konfrontasi, lebih dari sebelumnya, kita perlu meneruskan semangat dan makna dari Lima Prinsip Hidup Berdampingan secara Damai," kata Xi.

Kelima prinsip tersebut pertama kali muncul dalam pakta tahun 1954 yang dicapai dengan saingan regionalnya, India, meng e n a i perbatasan mere k a di Himalaya. Meski begitu, para pejabat India tak hadir di barisan depan penonton yang diperuntukkan bagi tamu kehormatan.

Sejak tahun 1950-an, Partai Komunis Tiongkok yang berkuasa telah berubah dari tidak diakui oleh PBB menjadi memiliki jejak diplomatik terbesar di dunia dan memimpin negara dengan perekonomian terbesar kedua.

Persaingan Tak Sehat

Beijing kini memberi sinyal keinginan agar negara lain melihatnya sebagai kekuatan diplomatik yang besar, bahkan saat negara lain menuduhnya melakukan pemaksaan ekonomi dan persaingan tidak sehat.

Setelah Tiongkok menjadi penengah ketegangan tak terduga antara Iran dan Arab Saudi pada tahun 2023, Wang Yi, diplomat utama Tiongkok, mengatakan negaranya akan terus memainkan peran konstruktif dalam menangani masalah titik panas global.

Namun keengganan Beijing untuk mengutuk invasi Rusia ke Ukraina dan upaya mewujudkan "kemitraan tanpa batas" dengan Moskwa menjadi hambatan bagi ambisi tersebut dan membuat Tiongkok melewatkan pertemuan puncak konferensi perdamaian di Swiss pada awal Juni.

Meningkatnya ketegangan antara Tiongkok dan Filipina di Laut Tiongkok Selatan, tempat Vietnam juga mengeklaimnya, juga telah menyebabkan para pejabat AS mengingatkan Beijing bahwa kewajiban perjanjian pertahanan bersama yang dimilikinya dengan Filipina sangat kuat.

Baca Juga: