Tiongkok memprotes latihan gabungan Filipina-AS yang menggunakan sistem misil jarak menengah dan mengatakan hal itu akan memperburuk ketegangan ­regional.

MANILA - Seorang jenderal Amerika Serikat (AS) yang berada di negara Asia tenggara untuk mengikuti latihan militer gabungan dengan Filipina pada Rabu (24/4) menyatakan bahwa penempatan peluncur misil jarak menengah Angkatan Darat AS di Filipina bulan ini bersifat defensif dan bersifat sementara.

Sistem misil kemampuan jarak menengah (mid-range capability missile system/MRC) yang juga dikenal sebagai sistem Typhon dan serangkaian perangkat keras militer utama lainnya, telah ditempatkan di pulau utara Luzon untuk latihan gabungan Balikatan tahun ini yang melibatkan lebih dari 16.000 tentara.

Tiongkok memprotes penempatan peluncur misil tersebut dan menuduh Manila dan Washington DC memperburuk ketegangan yang berkobar baru-baru ini terkait klaim teritorial di Laut Tiongkok Selatan (LTS).

"Kami tidak mencari pertarungan. Segala sesuatu yang kami lakukan bersifat defensif," kata Letnan Jenderal Michael Cederholm, komandan Pasukan Ekspedisi Marinir Pertama AS, kepada wartawan pada Rabu ketika ditanya tentang pernyataan protes Tiongkok tersebut.

Cederholm tidak bersedia mengatakan berapa lama sistem MRC akan dipergunakan, namun dia meyakinkan publik bahwa penerapan sistem tersebut hanya agar sekutu AS di Filipina dapat mempelajari cara menggunakannya.

"Saya pikir cukup mudah jika kami menghadirkan kemampuan pertahanan yang cukup baru dan kami memikirkan cara untuk melakukan interoperasi, sambil bergerak di berbagai tempat di mana kami akan mengerahkannya," kata Cederholm.

"Semua itu adalah postur defensif. Kalau sudah selesai latihan, kami akan bawa pulang dan terus kembangkan taktik, teknik, prosedurnya," imbuh dia.

Sistem Typhon diketahui dapat menembakkan misil Standard Missile 6 (SM-6) dan Tomahawk serta mendukung kemampuan serangan dari darat, laut, dan udara. Misil ini dirancang untuk peperangan antiudara jarak jauh melawan misil balistik, dengan jangkauan operasional lebih dari 240 kilometer dan sistem panduan pelacak radar aktif yang memungkinkan proyektil menemukan dan melacak targetnya secara mandiri.

Alutsista Canggih

Latihan militer gabungan Balikatan sendiri dimulai sejak Senin (22/4) lalu dan melibatkan 11.000 tentara AS, 5.000 tentara Filipina, serta ratusan dari Australia dan Prancis.

Tahun ini, AS juga telah mengerahkan alutsista canggih seperti kapal, pesawat termasuk jet tempur F-22 Raptor, dan sistem senjata berkemampuan jarak menengah untuk latihan tersebut.

Sebagai bagian dari latihan tersebut, latihan maritim antara Prancis, AS, dan Filipina dijadwalkan dimulai pada 25 April hingga 4 Mei. Untuk pertama kalinya, pelayaran bersama akan dilakukan di luar wilayah perairan Filipina yang melampaui batas 12 mil laut, tetapi tetap dalam zona ekonomi eksklusif.

Beijing mengkritik latihan tahunan tersebut dengan mengatakan bahwa latihan tersebut provokatif dan sikapnya atas LTS tetap jelas.

Beijing mengklaim hampir seluruh jalur perairan yang disengketakan dan menolak klaim yang tumpang tindih dari Filipina, Malaysia, Brunei, Vietnam, dan Taiwan.

Awal pekan ini, Angkatan Laut Filipina melaporkan peningkatan jumlah kapal milisi maritim Tiongkok di LTS, bertepatan dengan dimulainya latihan militer gabungan.

Latihan militer tahunan Balikatan ke-39 ini dilaksanakan berdasarkan Perjanjian Pertahanan Bersama kedua negara pada 1951 yang menyerukan kedua negara untuk saling membantu ketika terjadi agresi oleh kekuatan eksternal. BenarNews/I-1

Baca Juga: