BEIJING - Tiga otoritas Tiongkok dalam keterangan pers bersama pada Selasa (18/5) melarang lembaga keuangan termasuk bank dan perusahaan pembayaran online menyediakan layanan yang berkaitan dengan transaksi mata uang kripto. Otoritas juga memperingatkan investor akan tingginya risiko perdagangan aset kripto yang sangat rawan digunakan sebagai ajang spekulasi.

Ketiga otoritas tersebut yaitu Asosiasi Keuangan Internet Nasional Tiongkok, Asosiasi Perbankan serta Asosiasi Pembayaran dan Kliring.

Seperti dilansir dari Reuters, layanan yang dilarang antara lain pendaftaran akun kripto, perdagangan, kliring, dan penyelesaian. "Baru-baru ini, harga uang kripto telah meroket dan anjlok, dan perdagangan spekulatif mata uang kripto telah pulih, sehingga mengganggu tatanan ekonomi dan keuangan normal," sebut pernyataan bersama Otoritas Tiongkok.

Lebih lanjut disebutkan, institusi keuangan juga dilarang menyediakan tabungan kripto. Begitu juga dengan perusahaan kredit, penjaminan, atau perusahaan yang mengeluarkan produk keuangan yang berkaitan dengan cryptocurrency.

Meskipun otoritas melarang pertukaran dan penawaran koin kripto, namun setiap individu masih diperkenankan untuk memegang cryptocurrency.

Pada 2017, Tiongkok menutup bursa mata uang kripto lokalnya untuk membekap pasar spekulatif yang menyumbang 90 persen dari perdagangan bitcoin global. Kemudian, pada Juni 2019, People's Bank of China (PBoC) memblokir akses ke semua bursa cryptocurrency domestik dan asing.

Bitcoin Melorot

Setelah pengumuman itu, harga salah satu mata uang kripto yakni bitcoin melorot ke posisi 40.728 dollar AS per koin atau setara dengan 582 juta rupiah dengan asumsi kurs 14.290 per dollar AS.

Posisi tersebut merupakan yang terendah sejak Februari 2021. Secara total, harga bitcoin sudah anjlok 36 persen setelah sempat mencetak rekor tertinggi hingga ke level 63.347 dollar AS per koin atau sekitar 905 juta rupiah pada April lalu.

Harga bitcoin sebenarnya sudah mulai turun sejak CEO Tesla, Elon Musk, mengaku waspada dengan dampak lingkungan dari investasi mata uang kripto.

Pengamat Ekonomi, Ryan Kiryanto, sebelumnya menyatakan di tengah lonjakan harga aset mata uang kripto, investor harus tetap waspada dan hati-hati menyikapinya. Misalnya, harga dogecoin, salah satu aset kripto melonjak 400 persen dalam seminggu, yang memicu kekhawatiran akan terjadinya gelembung di pasar cryptocurrency.

Survei Bank of America (13/4), jelas Ryan, menyebutkan hampir 3 dari 4 atau setara 74 persen dari responden investor profesional melihat bitcoin sebagai gelembung.

"Tak heran jika beberapa investor sudah memandang bitcoin sebagai gelembung spekulatif. Orang-orang membeli cryptocurrency bukan karena berpikir aset itu memiliki nilai yang berarti, tetapi karena mereka berharap orang lain akan memburunya sehingga mendorong harga naik, kemudian mereka dapat menjual dan menghasilkan keuntungan secara cepat," kata Ryan.

Baca Juga: