Tiongkok berhasil mengirim satelit eksplorasi matahari ke luar angkasa dari Pusat Peluncuran Satelit Jiuquan pada hari Minggu (9/10).

Advanced Space-based Solar Observatory (ASO-S), atau yang dalam bahasa Mandarin dijuluki sebagai Kuafu-1, diluncurkan dengan roket Long March-2D pada pukul 07:43 setempat dan berhasil memasuki orbit yang direncanakan. Peluncuran Kuafu-1 menandakan kelanjutan upaya ilmiah Tiongkok untuk mengungkap misteri Matahari. Satelit seberat 859 kilogram itu direncanakan untuk mulai beroperasi normal dengan jarak 720 kilometer dari Bumi untuk mempelajari kausalitas antara medan magnet matahari dan dua fenomena erupsi besar, yaitu semburan matahari dan lontaran massa korona. Melalui empat hingga enam bulan pengujian, ASO-S diharapkan mampu memberikan dukungan data untuk prakiraan cuaca antariksa.

Diambil dari nama raksasa yang tanpa lelah terus mengejar matahari dalam mitologi Tiongkok, Kuafu-1 akan mampu mempelajari Matahari selama 24 jam setiap harinya sepanjang tahun. Ini karena Kuafu-1 atau ASO-S tidak terhambat oleh rotasi bumi karena mengorbit pada orbit sinkron matahari. Probe ini juga berkali lipat lebih canggih daripada hanya mempelajari Matahari dari teleskop berbasis Bumi yang hanya dapat melihat bola gas pijar yang sangat panas itu pada siang hari.

"ASO-S mampu menyelidiki Matahari 24 jam setiap hari hampir sepanjang tahun (...) Waktu tunggu harian terlamanya tidak lebih dari 18 menit ketika berjalan sebentar melalui bayangan Bumi setiap hari dari Mei hingga Agustus," kata Gan Weiqun, ilmuwan utama satelit dari Purple Mountain Observatory (PMO) di bawah Chinese Academy of Sciences (CAS), seperti dikutip dari Xinhua.

Dengan masa pakai yang diproyeksikan tidak kurang dari empat tahun, ASO-S dirancang untuk mengumpulkan dan mengirimkan kembali sekitar 500 gigabyte data setiap harinya, yang setara dengan puluhan ribu gambar berkualitas tinggi. Sementara ia mengumpulkan berbagai data melalui operasi di orbitnya, tiga stasiun bumi di kota Sanya, Kashgar, dan Beijing, yang saling berjauhan satu sama lain, akan menerima data dari luar angkasa.

"Detektor onboard mengambil gambar setiap beberapa detik atau menit, dan selama letusan matahari, mereka dapat dengan cepat meningkatkan kecepatan rana menjadi hanya satu detik untuk menangkap aktivitas matahari dengan lebih detail," kata Huang Yu, associate chief designer ASO-S.

Walaupun eksplorasi luar angkasa semakin jauh, Matahari tetap menjadi satu-satunya bintang yang dapat diakses untuk penyelidikan manusia. Tujuan ilmiah Kuafu-1 yakni melakukan pengamatan simultan dari suar Matahari dan lontaran massa korona (CME), yang selama ini diyakini dapat memengaruhi manusia di Bumi. CME yang kuat, misalnya, dapat menelurkan badai geomagnetik yang dapat mengganggu jaringan listrik, komunikasi radio, dan navigasi GPS.

Kuafu-1 diluncurkan pada saat kurva kenaikan aktivitas Matahari, di mana siklus matahari 11 tahun, yang dimulai pada paruh kedua tahun 2020 dan berakhir sekitar tahun 2031, diperkirakan akan mencapai puncaknya pada tahun 2024 hingga 2025. Seringnya letusan matahari inilah yang ditakutkan dapat melumpuhkan komunikasi dan penentuan posisi global seperti yang terjadi pada saat itu.

ASO-S bertujuan untuk melakukan pengamatan simultan dari suar dan CME untuk memahami koneksi dan mekanisme pembentukannya. Pesawat ruang angkasa juga akan mempelajari bagaimana energi diangkut melalui berbagai lapisan atmosfer matahari, dan bagaimana evolusi suar dan CME dipengaruhi oleh medan magnet matahari.

"Pemahaman kita tentang matahari masih jauh dari mendalam, dan bagaimana suar Matahari dan CME dapat terjadi dan mempengaruhi planet kita masih belum begitu jelas. Matahari adalah bintang yang paling dikenal tetapi paling aneh bagi umat manusia," kata Gan.

Baca Juga: