BEIJING - Tiongkok kini memiliki senjata baru untuk melawan hegemoni negara barat setelah Komite Tetap Kongres Rakyat Nasional Tiongkok (NPC) mengesahkan Undang-undang (UU) Sanksi Anti Asing.

Dengan aturan baru itu, Tiongkok bisa menyita aset dan memblokir transaksi bisnis. Aturan itu sebagai balasan Presiden Xi Jinping dari sanksi yang diberlakukan Amerika Serikat (AS) dan sekutunya terhadap perusahaan Tiongkok.

Regulasi disahkan parlemen negara itu setelah badan legislatif tertinggi melewatkan prosedur biasa untuk mengesahkan UU tanpa konsultasi publik. "UU ini akan memberi dukungan melawan hegemoni dan politik kekuasaan, serta untuk menjaga kepentingan negara dan rakyat," kata Ketua NPC, Li Zhamsu seperti dikutip Bloomberg dari Xinhua pada Jumat (11/6).

Belum jelas bagaimana Tiongkok melawan dominasi AS dalam sistem keuangan global yang membuat sanksi AS efektif.

Namun, UU tersebut tampaknya memberikan tekanan yang lebih besar pada perusahaan multinasional yang berusaha menghindar dari jebakan perselisihan antara Tiongkok dan AS.

UU tersebut menargetkan setiap individu atau organisasi yang secara langsung atau tidak langsung terlibat dalam perumusan, keputusan, atau penerapan sanksi asing. Selain itu, juga memberi kewenangan bagi Dewan Negara Tiongkok untuk memperluas tindakan kepada kerabat individu yang terkena dampak dan manajer senior di organisasi.

Dalam UU tertuang tiga kebijakan utama antara lain, Tiongkok bisa menolak visa, melarang masuk, membatalkan visa dan mendeportasi orang asing.

Lalu, pemerintah bisa merebut dan membekukan barang bergerak, tidak bergerak, dan jenis barang lainnya. Terakhir, pemerintah bisa melarang transaksi dengan organisasi atau individu domestik.

Cara Baru

Tiongkok juga diberi kewenangan mengambil tindakan lain apabila diperlukan. Negara ini memang tengah mencari cara baru untuk membalas AS dan negara-negara Barat lainnya di tengah ketegangan atas berbagai masalah.

Li mengatakan dalam laporan di bulan Maret lalu bahwa Tiongkok akan meningkatkan perangkat hukum untuk menghadapi tantangan dan menjaga dari risiko serta menentang sanksi asing, campur tangan, dan yurisdiksi jangka panjang.

Di era pemerintahan Donald Trump, AS memberi sanksi kepada banyak pejabat Tiongkok, termasuk anggota NPC, atas peran mereka dalam membantu Beijing memperketat cengkeraman politiknya di Hong Kong dan dalam menetapkan kebijakan untuk Xinjiang.

Para anggota parlemen AS dan Barat mengatakan Tiongkok melakukan genosida terhadap etnis minoritas. Tiongkok menolak klaim itu, dengan mengatakan pihaknya memberikan pelatihan kejuruan yang akan memastikan kemakmuran yang berkelanjutan di wilayah tersebut.

Pemerintah Tiongkok telah membalas dengan tindakannya sendiri, termasuk sanksi terhadap Senator Marco Rubio dari Florida dan Ted Cruz dari Texas, tetapi sanksi itu tidak berlaku karena dominasi dolar dalam keuangan internasional.

Upaya Tiongkok untuk menyamakan kedudukan ini dapat membuat perusahaan multinasional terikat. Pada bulan Januari, Kementerian Perdagangan Tiongkok mengeluarkan aturan yang akan memungkinkan pengadilan Tiongkok untuk menghukum perusahaan global karena mematuhi sanksi asing. n SB/E-9

Baca Juga: