BEIJING - Anggota parlemen Tiongkok sedang mempertimbangkan rancangan undang-undang (RUU) guna lebih memperkuat perlindungan lahan pertanian di tengah upaya untuk memastikan ketahanan pangan, lapor Xinhua pada Sabtu (21/10).

Seperti dikutip dari Antara, RUU tentang ketahanan pangan tersebut diajukan pada Jumat (20/10) untuk pembacaan kedua kepada Komite Tetap Kongres Rakyat Nasional, badan legislatif tertinggi di Tiongkok.

RUU tersebut menetapkan bahwa sejumlah langkah harus diambil untuk meningkatkan kualitas lahan pertanian, memperkuat pengolahan lahan telantar, dan mendorong pemanfaatan lahan secara komprehensif.

Tiongkok harus menetapkan sistem yang ketat untuk perlindungan lahan pertanian dan meningkatkan pengembangan lahan pertanian berkualitas tinggi.

Otoritas pemerintah setingkat wilayah atau lebih tinggi harus mendorong pengolahan lahan telantar berdasarkan klasifikasi menurut kondisi lokal, serta mengambil sejumlah langkah untuk memandu rehabilitasi lahan, menurut RUU itu.

Berbagai upaya harus dilakukan untuk memperkenalkan kebijakan perencanaan dan dukungan keuangan guna pemanfaatan lahan secara komprehensif, dan mendorong serta memandu investasi sosial di bidang ini.

Langkah-langkah harus diambil untuk memanfaatkan potensi pengembangan dan pemanfaatan lahan, menerapkan pengolahan dan perbaikan lahan pertanian di berbagai area dan kategori, serta mempercepat pemuliaan varietas.

Pekerjaan Rumah

Sementara itu, peneliti Mubyarto Institute, Awan Santosa, mengatakan dalam konteks Indonesia masih punya pekerjaan rumah pada reforma agraria. Sebagai salah satu jalan penyediaan lahan pertanian untuk mencapai kedaulatan dan ketahanan pangan nasional.

"Perlu penegakan aturan terkait pemanfaatan lahan pertanian dan pencegahan alih fungsi lahan," tegas Awan.

Menurut Awan, ini penting karena Indonesia dihadapkan pada ancaman nyata perubahan iklim dan pemanasan global.

Yang dimaksudkan Awan terkait dengan implementasi UU Nomer 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Aturan tersebut mengancam pihak yang secara tidak langsung melakukan alih fungsi lahan. Undang-undang ini masuk ranah tindak pidana dengan ancaman kurungan lima tahun penjara dan denda lima miliar rupiah.

Kepala Pusat Pengkajian dan Penerapan Agroekologi Serikat Petani Indonesia (SPI), Muhammad Qomarunnajmi, mengatakan Indonesia memang sudah memiliki aturan terkait itu untuk melindungi lahan pertanian. "Sayangnya, UU ini juga belum diimplementasi di lapangan," tegas Qomar.

Minimnya implementasi UU ini, tambah dia, terutama karena minimnya koordinasi antarkelembagaan/ kementerian antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Sementara itu, Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM), Dwijono Hadi Darwanto, mengatakan Indonesia memiliki UU tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Namun, sayangnya sampai saat ini penetapan lahan pertanian pangan berkelanjutan tidak jalan.

"Salah satunya karena PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) lebih tinggi dari hasil produksi pertanian di tanah tersebut. Sehingga kan pemda rugi lebih senang kalau lahan pertanian diubah jadi nonpertanian malahan," kata Dwijono.

Di sisi lain, produksi pertanian sudah tidak terlalu menguntungkan sehingga petani pun terdorong untuk menjual lahan pertanian atau mengubah lahan pertaniannya menjadi nonpertanian.

"Lahan pertanian dianggap sudah tidak menghasilkan, lebih enak buat toko atau disewakan untuk kafe-kafe atau ya dijual saja dapat uang cash besar untuk dijadikan modal dagang," kata Dwijono.

Baca Juga: