Karena produksi beras pada 2023 hanya turun 0,65 juta ton sehingga ada kelebihan stok sebesar 2,65 juta ton maka keputusan impor beras perlu ditinjau kembali agar tidak merugikan petani.

JAKARTA - Pemerintah harus meninjau kembali kebijakan mengimpor beras tahun ini karena adanya potensi kenaikan produksi dari dalam negeri. Jika tetap dilaksanakan, harga beras di tingkat produsen bisa anjlok sehingga semakin menggerus kesejahteraan petani.

Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB), Dwi Andreas Santosa sekaligus Research Associate Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, memperingatkan adanya potensi kenaikan produksi beras nasional sebanyak 0,9-1,5 juta ton pada 2024. Angka kenaikan tersebut mencapai 3-5 persen dari tahun sebelumnya.

Ironisnya, pada 2024, pemerintah menetapkan impor beras sebesar tiga juta ton. Jika terjadi stok beras yang besar, Andreas mengkhawatirkan harga beras akan anjlok sehingga merugikan produsen atau petani.

"Kalau stok besar pasti akan menjatuhkan harga yang lebih besar daripada kenaikan stok tersebut. Yang paling dirugikan adalah sedulur tani," ujarnya dalam diskusi Outlook Ekonomi Sektor-sektor Strategis 2024 di Jakarta, Selasa (23/1).

Sementara pada 2023, pemerintah mengimpor beras sebanyak 3,3 juta ton. Impor beras dilakukan dengan asumsi produksi nasional akan turun tajam karena fenomena El Nino.

Namun, lanjut Andreas, produksi beras pada 2023 hanya turun 0,65 juta ton. Dengan demikian, ada kelebihan stok sebesar 2,65 juta ton beras. Karena itu, dia mengatakan keputusan impor beras perlu ditinjau agar tidak merugikan petani.

Terkait situasi pangan 2024, dia memperkirakan ada tren penurunan harga sejumlah bahan pangan karena adanya kenaikan produksi pangan.

Menurut dia, yang akan mempengaruhi dunia mengalami krisis pangan atau tidak adalah serealia. Serealia sempat naik relatif tinggi pada Mei 2022 bersamaan dengan perang Ukraina dan Russia. Saat perang tersebut, serealia terutama gandum melonjak sangat tinggi, tapi beberapa bulan kemudian melandai dan turun lagi.

Jaga Stok

Sementara itu, pemerintah telah mengimpor 2,5 juta ton beras pada Januari 2024 dalam rangka menjaga ketersediaan pasokan dan cadangan beras pemerintah (CBP). Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi, di Temanggung, Jawa Tengah, awal pekan ini, menyampaikan impor ini dilakukan untuk mengatasi defisit beras akibat El Nino, mengingat saat ini stok beras di Bulog tinggal 1,4 juta ton.

Menurut dia, dari 2,5 juta ton tersebut, dua juta merupakan impor dari Thailand dan Vietnam, sedangkan 500 ribu ton merupakan susulan impor beras tahun 2023 dari Myanmar. Dia menuturkan akibat dampak El Nino, Indonesia kekurangan 2,8 juta ton beras. Padahal kebutuhan untuk satu bulan sekitar 2,5 juta ton sampai 2,6 juta ton.

Percepatan pemasukan impor, katanya, berkaitan dengan persiapan kebutuhan untuk program stabilisasi pasokan dan harga pangan menjelang Ramadan dan Lebaran 2024.

Selain itu, kebutuhan-kebutuhan khusus, misalnya, untuk premium diberikan kepada para penggiling padi, tahun lalu 200 ribu ton, tahun ini sudah disetujui Presiden 200 ribu ton lagi.

Dia menyampaikan pada 2024 lebih dari satu juta hektare lahan pertanian di Indonesia sudah ditanami padi, diperkirakan dua hingga tiga bulan ke depan akan dilakukan panen raya. Maka, pemerintah tidak lagi mengimpor beras.

Baca Juga: