JAKARTA - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta diminta meningkatkan sosialisasi penanganan limbah bahan beracun dan berbahaya (B3) kepada warga. Permintaan ini datang dari anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta, Hardiyanto Kenneth, Senin (8/5).

"Kalau saya lihat rata-rata Pemerintah Provinsi DKI Jakarta baru bicara mengenai eksekusi atauteknis, tapi belum bicara sosialisasi," kata Kenneth. Dia mencontohkan pengolahan sampah minyak jelantah yang menjadi program beberapa wilayah. Menurut dia, banyak warga belum memahami tata cara pembuangan minyak jelantah. Makanya, masih banyak yang membuangnya ke saluran air.

Padahal, pemerintah kota melalui jajaran kecamatan dan kelurahan memiliki program menampung minyak jelantah. Minyak tersebut ditampung di setiap kantor kecamatan atau kelurahan untuk selanjutnya dibuang ke tempat pengolahan sampah khusus. "Kalau minyak terus dibuang ke selokan bisa berpengaruh terhadap kesehatan," jelasnya.

Walau demikian, Kenneth mengapresiasi beberapa wilayah yang sudah memaksimalkan sosialisasi pengolahan limbah jelantah. "Saya harap wilayah lain juga bisa melakukannya mengedukasi warga," ujarnya. Sebelumnya, beberapa wilayah di DKI Jakarta sudah melakukan program pengumpulan minyak jelantah. Salah satunya di Kelurahan Cipulir, Jakarta Selatan.

"Aktivitas warga menampung minyak jelantah ke tempat yang sudah ditentukan sudah berjalan selama tiga tahun," kata Lurah Cipulir, Abdul Rahman Effendi. Abdul mengatakan setidaknya dalam kurun waktu satu bulan, Kelurahan Cipulir berhasil menampung 10 jeriken. Satu jeriken bisa menampung 18 liter minyak jelantah.

Aktivitas mengumpulkan minyak jelantah sudah terjadwal rutin setiap Jumat di Kantor Kelurahan Cipulir yang diwadahi lembaga Rumah Sosial Kutub. Menurutnya, pencemaran minyak jelantah bisa berbahaya bagi lingkungan. Sebab, berpotensi menyumbat saluran air, pencemaran air tanah. Bahkan membahayakan penggunaan air tanah sehari-hari untuk mandi, cuci piring, dan sebagainya.

Baca Juga: