Petani Lebak tanam padi gogo guna tingkatkan produksi pangan

RANGKASBITUNG - Petani Kabupaten Lebak, Banten melakukan gerakan tanam padi gogo di lahan darat untuk meningkatkan produksi pangan sesuai arahan Menteri Pertanian Arman Sulaiman.

"Kita terus mendorong agar petani melakukan gerakan tanam padi gogo," kata Kepala Bidang Produksi Dinas Pertanian Kabupaten Lebak Deni Iskandar di Rangkasbitung, Lebak, Senin.

Gerakan penanaman padi gogo menjalin kerja sama dengan Kementerian Pertanian di lahan seluas 246 hektare tersebar di Kecamatan Maja, Cimarga dan Banjarsari.

Para petani itu menanam padi gogo varietas inpari 39 dengan produktivitas 5 ton gabah kering pungut per hektare.

Benih varietas inpari 39 bisa dipanen dengan masa tanam 85-90 hari, sehingga waktunya pendek dibandingkan benih varietas lokal hingga 6 bulan.

Selain itu juga benih varietas inpari 39 yang ditanam adalah benih pokok kabel ungu sehingga didorong agar petani menjadi penangkar benih menjadi benih sebar label biru.

"Kami meyakini gerakan tanam padi gogo itu, selain meningkatkan produksi pangan juga bisa dilakukan penangkaran benih label biru," kata Deni.

Menurut dia, petani Kabupaten Lebak dengan kerja sama itu guna memenuhi pangan dan peningkatan ekonomi petani.

Produksi padi gogo di Kabupaten Lebak pada tahun 2023 menyumbangkan ketahanan pangan sebanyak 41 ribu ton gabah kering pungut (GKP) dengan panen seluas 13.912 hektare dan tanam 6.616 hektare.

Produksi sebanyak 41 ribu ton GKP itu, kata dia, jika diakumulasikan menjadi beras diperkirakan sekitar 35 ribu ton setara beras dan mereka petani yang mengembangkan padi gogo di lahan darat.

Selain itu juga tanaman padi gogo lebih murah biaya produksinya dibandingkan padi sawah, karena tidak membutuhkan ketersediaan air juga tanpa menggunakan pupuk kimia.

"Kami berharap gerakan tanam padi gogo di tiga kecamatan dapat menggenjot produksi pangan nasional," katanya menjelaskan.

Ia mengatakan pihaknya juga melestarikan tanam padi gogo yang dilakukan masyarakat kaolotan, termasuk petani Badui.

Selama ini, produksi pangan masyarakat kaolotan menyumbangkan pangan cukup besar.

Namun, benih varietas padi gogo yang dilakukan petani kaolotan adat dari tanam ke panen selama enam bulan.

"Kami tetap melestarikan benih varietas sebagai kekayaan koleksi plasma nutfah," katanya menjelaskan.

Sementara itu, Junaedi (60) seorang petani Banjarsari Kabupaten Lebak mengatakan dirinya lebih memiliki bertani padi gogo karena topografi lahannya perbukitan dan pegunungan, yang sulit dijadikan areal persawahan.

Kebanyakan petani di sini menanam padi gogo di lahan milik Perkebunan Kelapa Sawit dengan sistem tanam tumpang sari dengan tanaman palawija, sayuran dan pisang.

Selain itu juga biaya produksi tanam padi gogo hanya Rp1 juta per hektare, jauh lebih rendah dibandingkan biaya pengelolaan pada sawah yang mencapai Rp6 juta per hektare.

Sedangkan harga beras padi gogo, kata dia, relatif tinggi di pasaran.

"Kami tahun ini menanam padi gogo bantuan Kementan seluas satu hektare," katanya menjelaskan.

Baca Juga: