JAKARTA - Sejumlah kalangan mendorong perusahaan perkebunan kelapa sawit untuk meningkatkan perlindungan bagi pekerja perempuan. Tujuannya agar kesetaraan gender di industri kelapa sawit tetap terjaga.

Direktur Assurance Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) sekaligus Plt Deputi Direktur RSPO Indonesia, Tiur Rumondang mengungkapkan, industri kelapa sawit memang merupakan sektor yang kurang aman bagi perempuan, dan banyak tantangan yang harus dihadapi.

Secara kondisi perempuan secara natural tidak bisa dihindari dan mengambil pekerjaan itu di sektor perkebuna kelapa sawit, perempuan juga memiliki keunikan tersendiri, sebab itu tugas kitalah untuk membuat payung hukum supaya perempuan di sektor perkebunan kelapa sawit bisa terlindungi, dan kebijakan ini mesti dipatuhi seluruh anggota RSPO.

Sebab itu penempatan perlindungan perempuan harus terus dijaga, sehingga bisa memenuhi kebutuhan khusus yang dimiliki para perempuan, dan kesetaraan gender bisa diterapkan untuk semua level perkejaan, termasuk para pekerja perempuan di lapangan.

"Sebab itu perlu dipastikan praktik berkelanjutan dalam melindungi perempuan di sektor perkebunan dilakukan dan standar RSPO yang disediakan juga untuk memastikan ada forum plaform untuk para perempuan," kata Tiur dalam Webinar bertajuk "Ketangkasan Perempuan Sawit Indonesia," di Jakarta, Selasa (27/4).

Merujuk data dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, sektor sawit mampu menyerap tenaga kerja langsung sekitar 4,2 juta orang yang mana sebanyak 12 juta orang termasuk tenaga kerja tidak langsung. Sementara serapan di sektor pertanian (perkebunan rakyat) mencapai 2,6 juta usaha petani, yang mempekerjakan sekitar 4,3 juta orang. Dari jumlah tersebut ada pekerja perempuannya.

Group Sustainability Lead Cargill Tropical Palm (CTP), Yunita Widiastuti, menambahkan dari total 18 ribu karyawan di perusahaannya sebanyak 11 persen adalah pekerja perempuan dan merupakan pekerja dengan level supervisor tingkat 2 ketas. Sementara untuk level manger 1&2 mencapai 3,3 persen.

Direktur Eksekutif Sawit Watch, Inda Fatinaware, mengatakan secara umum perempuan di perkebunan kelapa sawit seperti para istri dan anak perempuan petani sawit, buruh itu sendiri dan atau Istri buruh, lantas perempuan di sekitar perkebunan. "Beberapa investigasi dan penelitian mengungkap bahwa perempuan dan anak adalah kelompok yang paling rentan (SW 2008)," kata Inda.

Untuk kasus buruh kebun perempuan tutur Inda, pada umumnya perempuan hanya sebagai BHL (Buruh Harian Lepas) sehingga tidak ada kontrak kerja dan gaji lebih kecil dari buruh tetap bekerja sesuai permintaan perusahaan.

Umumnya pekerjaan berisiko tinggi (menyemprot, memupuk, membabat, melintring) terkadang pula tidak disediakan alat perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja yang memadai, sehingga harus membawa sendiri.

Baca Juga: