Di tingkat akar rumput, situasi perpolitikan akan diwarnai saling berbalas ‘pantun’ antara kelompok pro pemerintah dan pihak yang kritis dengan kebijakan-kebijakan rezim.

JAKARTA - Penting untuk meningkatkan literasi politik masyarakat dalam rangka menyambut pemilihan umum (Pemilu) 2024. Pernyataan ini disampaikan Pelaksana tugas (Plt.) Kepala Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Athiqah Nur Alami, di Jakarta, Rabu (2/2).

"Saya pikir memang peningkatan literasi politik di kalangan masyarakat baik secara digital di media massa maupun media sosial menjadi sangat mendesak untuk dilakukan," kata Athiqah. Pernyataan tersebut disampaikan ketika memberi pengantar dalam diskusi publik "Indonesia Politik Outlook: Proyeksi Demokrasi dan Dinamika Politik 2022."

Meski pemungutan suara untuk pemilu baru akan berlangsung pada 14 Februai 2024sesuai dengan keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Athiqah mengingatkan bahwa tahapan pemilu akan dimulai sejak Agustus 2022. Agendanya, pendaftaran dan penetapan partai politik. Lalu ada penetapan daerah pemilihan. Penetapan pasangan calon presiden dan wakil presiden, hingga kampanye para calon.

Melihat berbagai tahapan pemilu tersebut, Athiqah berpandangan tahun 2022 akan mulai riuh dengan kontestasi dan manuver berbagai partai serta elite politik untuk menaikkan citra demi meraup dukungan masyarakat. Dalam berbagai kontestasi tersebut, tutur Athiqah melanjutkan, kemungkinan akan diwarnai berbagai isu politik seperti korupsi dan politik uang. Semua itu berpotensi mencederai kehidupan berdemokrasi.

"Maka, pentinglah meningkatkan literasi politik masyarakat untuk mengantisipasi berbagai isu yang akan mencuat di media sosial," tandasnya. Hal ini selaras dengan karakteristik nilai-nilai demokrasi yang bersifat dinamis dan berubah-ubah. Ini sesuai dengan perkembangan zaman, sehingga memang perlu terus menyampaikan nilai-nilai demokrasi dari generasi ke generasi.

Ia berharap, pendidikan politik masyarakat dapat menciptakan kehidupan demokrasi yang sehat dan mewujudkan rakyat yang cerdas serta dewasa dalam berpolitik.

Stabil

Sementara itu, peneliti senior Pusat Riset Politik BRIN, Firman Noor, memperkirakan suasana perpolitikan sampai 2022 akan cenderung stabil. "Stabilitas politik dibutuhkan partai-partai agar nyaman beraktivitas terkait dengan pendaftaran yang akan dilakukan pada bulan Agustus," kata Firman. Atas dasar kebutuhan berbagai partai politik, mereka akan cenderung menjaga stabilitas guna mengamankan manuver dalam rangka menuju Pemilu 2024. "Jadi, secara umum, kelihatannya politik akan stabil," katanya.

Akan tetapi, di tingkat akar rumput, situasi perpolitikan akan diwarnai saling berbalas 'pantun' antara kelompok pro pemerintah dan pihak yang kritis dengan kebijakan-kebijakan pemerintah. Sayangnya, isu-isu yang berkembang di antara mereka masalah ujaran kebencian, toleransi, dan lain sebagainya.

Secara umum, pada tahun 2022, pemerintah tetap kuat. Namun, situasi demokrasi akan cenderung stagnan. Memang demokrasi masih mendapat dukungan mayoritas. Beberapa riset menunjukkannya. Namun, hubungan eksekutif dan legislatif tidak seimbang. Hanya 104 dari 575 anggota dewan yang memosisikan diri sebagai oposan.

Kesenjangan tersebut cenderung mengakibatkan pemerintahan yang executive heavy atau kekuasaan didominasi oleh pihak eksekutif. "Maka, ke depan fungsi checks and balances mesti berjalan lebih baik," ujar Firman.

Baca Juga: