JAKARTA - Konsumsi Rumah Tangga masih menjadi penyumbang utama ekonomi pada triwulan I-2023. Pencabutan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) mempengaruhi mobilitas penduduk yang kian tinggi. Kendati demikian, pemerintah diingatkan untuk meningkatkan level kewaspadaan seiring dengan terus meningkatkan kasus Covid-19 dalam beberapa waktu terakhir.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat konsumsi rumah tangga masih menjadi penyumbang utama ekonomi triwulan I-2023, yang tumbuh 5,03 persen secara tahunan (year-on-year/yoy). "Penyumbang paling besar produk domestik bruto (PDB) yakni konsumsi yang tumbuh 4,54 persen (yoy) dengan andil 2,44 persen pada triwulan I-2023," ungkap Deputi Bidaang Neraca dan Analisis Statistik BPS, Edy Mahmud, dalam Pengumuman Rilis Pertumbuhan Ekonomi Triwulan I-2023 di Jakarta, Jumat (5/5).

Ia menyebutkan momen Ramadan 2023 mendorong pertumbuhan konsumsi makanan dan minuman, meskipun tak terlalu signifikan lantaran hanya terdapat sembilan hari puasa pada kuartal pertama tahun ini.

Pertumbuhan konsumsi rumah tangga tertinggi terjadi pada konsumsi transportasi dan komunikasi, yang tecermin dari peningkatan penjualan sepeda motor dan penumpang angkutan rel, laut, dan udara, serta konsumsi restoran dan hotel, yang tecermin dari peningkatan tingkat penghunian kamar (TPK) hotel.

Ia melanjutkan berakhirnya PPKM telah berdampak pada mobilitas penduduk yang semakin tinggi. "Peningkatan mobilitas masyarakat ini mendorong peningkatan aktivitas ekonomi," ujarnya.

Mobilitas penduduk yang semakin tinggi terlihat dari jumlah penumpang di seluruh moda transportasi yang meningkat seperti angkutan rel naik 69,37 persen pada triwulan I-2023 dibanding periode sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy), angkutan laut 13,30 persen (yoy), dan angkutan udara 58,18 persen (yoy).

Selain itu, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara juga naik sebesar 508,87 persen (yoy) serta rata-rata Tingkat Penghunian Kamar (TPK) Hotel meningkat 3,62 persen poin (yoy).

Dengan demikian, aktivitas ekonomi baik dari sisi konsumsi maupun produksi meningkat. Dari sisi konsumsi, terlihat dari indeks penjualan ritel yang tumbuh sebesar 1,58 persen (yoy), penjualan mobil secara grosir naik 7 persen (yoy), penjualan sepeda motor naik 44,47 persen (yoy), penerimaan pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 tumbuh 21,6 persen (yoy), serta nilai transaksi uang elektronik, kartu debit, dan kredit yang tumbuh 3,03 persen.

Meskipun konsumsi meningkat, Edy menilai stabilitas daya beli tetap terjaga dengan inflasi yang terkendali. "Inflasi bulan Maret 2023 tercatat sebesar 4,97 persen (yoy) dan 0,68 persen secara triwulanan (quarter-to-quarter/qtq)," tuturnya.

Mitigasi Risiko

Dalam kesempatan lain, Pengamat Ekonomi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Esther Sri Astuti, mengatakan kasus Covid meningkat tajam terbaru kasusnya tertinggi dalam 10 bulan terakhir. Puncaknya Lebaran karena orang yang sudah divaksin dan belum divaksin kumpul jadi satu. Orang yang sakit tidak mau tes, mereka anggap flu biasa.

"Karena itu, mitigasi risiko perlu dilakukan dengan men-supply obat-obatan dan multivitamin mencukupi lalu sarana prasarana kesehatan ditingkatkan," ujarnya.

Ketiga, akses kesehatan dipermudah agar masyarakat yang sakit bisa berobat lebih mudah ke dokter atau puskesmas dengan asuransi kesehatan (tidak bayar).

Keempat, budget pemerintah harus dialokasikan untuk pencegahan dan penanganan Covid. "Dampaknya terhadap ekonomi meskipun tidak seperti virus Delta maka harus diantisipasi sebelum booming seperti virus Delta kemarin," tegas Esther.

Baca Juga: