Peningkatan kualitas SDM menjadi kunci utama transformasi industri yang berorientasi menjadikan Indonesia sebagai basis produksi.

JAKARTA - Peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) mendorong pertumbuhan industri pengolahan atau manufaktur di dalam negeri. Sebab, sebagian besar kualitas SDM di sektor manufaktur kurang terampil atau unskilled.

"Bisa dilihat 17 SDM per 18 SDM atau 90 persen unskilled. Hanya 0,5 persen yang skilled. Artinya apa? Skill manufaktur mesti ditingkatkan. Walaupun banyak teori yang mengatakan bahwa untuk meningkatkan skill SDM manufaktur itu, investasi harus masuk dulu," kata Ekonom dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI), Kiki Verico, dalam diskusi daring bertajuk Industrialisasi sebagai Penggerak Perekonomian Nasional yang dipantau di Jakarta, Senin (7/8).

Hal lain yang Kiki soroti untuk bisa mendorong pertumbuhan industri yaitu mengubah orientasi Indonesia menjadi basis produksi yang hijau. Menurut Kiki, Indonesia perlu melakukan transformasi dengan menjadi basis produksi, khususnya dengan pendekatan industri hijau sebagaimana tren yang tengah terjadi di dunia saat ini.

"Lalu, harus jaringan yang green (hijau). Sekarang itu kita tidak bisa menjual produk kalau produknya tidak green. Kalau produknya tidak green, nanti tidak bisa masuk (jaringan) dunia. Tidak bisa jual ke mana-mana. Sehingga dari awal, kalau kita mau mendorong manufaktur, harus pro lingkungan. Environment friendly (ramah lingkungan)," katanya.

Kiki menyebut pula bahwa orientasi Indonesia menjadi basis produksi merupakan salah satu upaya dalam melakukan transformasi. Pasalnya, manufaktur tidak dibuat oleh satu negara dari awal hingga akhir, tetapi dibutuhkan kerja sama dengan negara lain. Karena itu, transformasi perlu dilakukan untuk bisa mendongkrak industri agar bisa tumbuh lebih pesat lagi.

Di sisi lain, pemerintah juga perlu terus mendorong ekonomi yang inklusif dalam artian tidak hanya investasi besar saja yang didukung, melainkan juga investasi kecil dengan kreativitas entrepreneurship. "Contohnya, manufaktur yang berbasis digital. Misalnya usaha kecil di rumah, tapi menggunakan teknologi seperti desain, pembuatan perangkat elektronik, atau desain kreatif dan lainnya," katanya.

Indonesia, lanjut Kiki, juga perlu mengidentifikasi mitra dekat produksi dan produk unggulannya. Tidak hanya itu, Indonesia juga dinilai perlu mengidentifikasi mitra dekat investasi dan produk unggulannya.

Kontributor Terbesar

Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat industri pengolahan atau manufaktur menjadi sektor penyumbang terbesar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2023, yakni sebesar 0,98 persen.

"Pertumbuhan ekonomi year-on-year sebesar 5,17 persen, sebetulnya 0,98 persen dari 5,17 persen itu disumbangkan oleh manufaktur, yang kedua adalah perdagangan sebesar 0,68 persen, kemudian yang ketiga transportasi 0,63 persen, kemudian infokom 0,51 persen, dan yang lainnya 2,37 persen," kata Deputi bidang Neraca dan Analis Statistik BPS, Moh Edy Mahmud, dalam konferensi pers rilis BPS yang dipantau secara virtual di Jakarta, kemarin.

BPS telah menyampaikan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat 5,17 persen secara tahunan (yoy), sedangkan secara kuartalan (q-to-q), pertumbuhan ekonomi tercatat 3,86 persen q-to-q. Secara pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) per sektor, industri pengolahan, perdagangan, dan transportasi menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II-2023.

PDB sektor industri pengolahan atau manufaktur tumbuh sebesar 4,88 persen (yoy), dengan ditopang oleh industri makanan minuman (mamin) yang juga tumbuh sebesar 4,62 persen. Selain itu, PDB manufaktur juga didorong oleh peningkatan produksi Crude Palm Oil (CPO) dan Crude Palm Kernel Oil (CPKO) serta peningkatan konsumsi makanan dan minuman saat periode Idul Fitri dan Idul Adha.

Baca Juga: