Banyak investor individual belum terlalu paham berinvestasi di fintech P2P lending sehingga memicu sejumlah kasus gagal bayar.

JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengingatkan calon investor untuk memahami syarat dan ketentuan pada peer-to-peer (P2P) lending sebelum berinvestasi. Peringatan itu merujuk pada kasus P2P lending yang mengalami gagal bayar baru-baru ini, yaitu PT Investree Radhika Jaya.

"Bagi yang ingin masuk ke P2P lending, mohon pahami dulu bagaimana terms and condition-nya, sehingga tidak terjadi kekecewaan," kata Kepala Departemen Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, Triyono, usai kegiatan sosialisasi UU P2SK oleh Kadin Indonesia di Jakarta, Selasa (13/6).

Sebelumnya, Investree melaporkan ada lima perusahaan besar yang mengalami gagal bayar. Perusahaan tersebut terdiri dari PT, CV, atau badan hukum yang bergerak di sektor tekstil dan garmen, transportasi dan logistik, minyak dan gas, penyediaan komputer, dan sektor konstruksi.

Triyono mengatakan kelima perusahaan yang mengalami gagal bayar tersebut sebelumnya memiliki rekam jejak yang baik. Namun, mereka menghadapi krisis akibat pandemi Covid-19 sehingga mengalami gagal bayar. "Setelah kami teliti lagi, kasus tersebut sangat terkait dengan investor individual yang belum terlalu paham berinvestasi di P2P lending," jelas Triyono.

Karena itu, Triyono mengatakan penting untuk memahami sistem P2P lending terlebih dahulu sebelum memutuskan berinvestasi.

Sementara itu, Triyono mengatakan tingkat risiko kredit secara agregat atau tingkat wanprestasi (TWP90) berada pada level 2,82 persen per April 2023. Level itu naik dari sebelumnya 2,81 persen pada Maret 2023. OJK mencatat terdapat 24 perusahaan P2P lending yang memiliki TWP90 di atas 5 persen pada April 2023, bertambah satu perusahaan dari posisi Maret 2023 yang sebanyak 23 penyelenggara.

TWP90 adalah ukuran tingkat wanprestasi atau kelalaian penyelesaian kewajiban nasabah perusahaan teknologi finansial atau financial technology (fintech ) di atas 90 hari sejak tanggal jatuh tempo. TWP90 menjadi ukuran kualitas pendanaan fintech.

Agregat Pinjaman

Pada kesempatan lain, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) mencatat agregat pinjaman yang telah disalurkan oleh peer-to-peer (P2P) lending mencapai 601,41 triliun rupiah sejak 2017 hingga April 2023.

Direktur Eksekutif AFPI, Kuseryansyah, dalam acara Intimate Media Luncheon di Jakarta, kemarin, mengungkapkan penyaluran pinjaman tersebut berasal dari sebanyak 1,03 juta pemberi pinjaman yang terdiri atas pemberi pinjaman yang merupakan individual atau ritel, institusi perbankan, maupun nonperbankan. Namun, pemberi pinjaman sejauh ini didominasi oleh individual.

Sementara itu, tercatat 111,2 juta peminjam hingga saat ini dan terdapat 102 perusahaan P2P Lending yang telah memiliki izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Adapun hingga April 2023, outstanding pinjaman P2P lending mencapai 50,5 triliun rupiah, dengan Tingkat Keberhasilan Bayar (TKB) pada hari ke-90 berada di tingkat 97,18 persen.

Menurut Kuseryansyah, outsanding pinjaman tersebut kian menurun dari Januari 2023 yang sebesar 18,73 triliun rupiah, pada Februari 2023 senilai 18,22 triliun rupiah, serta pada Maret 2023 sebanyak 19,73 triliun rupiah.

Kendati demikian yang patut dicermati yakni TKB90 pada April 2023 yang juga ikut menurun sedikit dari 97,25 persen pada bulan Januari 2023, 97,31 persen pada bulan Februari 2023, dan 97,19 persen pada bulan Maret 2023. Selain itu terdapat pula kenaikan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) sebesar 0,5 persen pada bulan April 2023 dibanding April 2022, yang harus diperhatikan.

Baca Juga: