Partisipasi masyarakat dalam produk dan jasa keuangan harus dibarengi dengan tingkat pemahaman yang memadai terhadap industri keuangan.

JAKARTA - Gap antara literasi keuangan dan inklusi keuangan di dalam negeri masih sangat lebar. Kondisi tersebut dapat memicu kerentanan berbagai risiko yang merugikan masyarakat, terutama maraknya investasi bodong.

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, mengatakan upaya peningkatan literasi dan inklusi keuangan harus turut dilaksanakan ke daerah-daerah, bukan hanya di kota besar.

"Saya ingin ajak kita keluar dari kota besar, karena saya pada saat melakukan kegiatan dalam Bulan Inklusi Keuangan ini justru juga sempat mengikutinya di Kabupaten Karanganyar, Solo, dan Samarinda. Jadi, kelihatan betul kebutuhan untuk peningkatan literasi," kata Mahendra dalam penutupan Bulan Inklusi Keuangan (BIK) 2022 di Financial Expo (FinExpo), Jakarta, Sabtu (29/10).

Mahendra menekankan pentingnya upaya-upaya untuk meningkatkan indeks literasi keuangan guna mencegah masyarakat terjebak dalam aktivitas jasa keuangan yang ilegal. Literasi keuangan bagi masyarakat Indonesia, kata dia, sangat penting di tengah tingginya indeks inklusi keuangan.

Pasalnya, partisipasi masyarakat dalam produk dan jasa keuangan harus dibarengi dengan tingkat pemahaman yang memadai terhadap industri keuangan.

"Tingkat inklusi kita sangat tinggi, tapi literasinya masih rendah. Perbandingan 1:2. Jadi dari setiap orang yg memiliki tabungan atau rekening atau asuransi, 50 persennya saja yang mengerti, sisanya memiliki tapi tak sepenuhnya mengerti termasuk dari risiko aktivitas yang ilegal tadi," kata Mahendra.

Hingga saat ini, kata Mahendra, tingkat literasi dan inklusi keuangan Indonesia terus meningkat. Hal itu berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2022.

"Saat ini tantangannya adalah bagaimana mengutilisasi setelah literasinya naik. Utilisasi untuk ditawarkan berbagai akses produk dan jasa keuangan harus ditingkatkan. Kalau tidak, ya tidak akan optimal," ujar dia.

Karena itu, kata Mahendra, seluruh pemangku kepentingan harus berupaya meningkatkan literasi dan inklusi keuangan ke berbagai daerah di luar kota-kita besar.

Tujuan SNLIK

Berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2022, indeks inklusi keuangan masyarakat Indonesia meningkat menjadi 85,10 persen dibanding 76,19 persen pada 2019. Indeks literasi keuangan juga meningkat menjadi 49,68 persen pada 2022 atau naik dari 38,03 persen pada 2019.

"SNLIK bertujuan untuk memetakan indeks literasi dan inklusi keuangan masyarakat Indonesia termasuk literasi keuangan digital," kata anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi Perlindungan Konsumen Friderica Widyasari Dewi.

Proses pengambilan data SNLIK 2022 dilaksanakan mulai Juli hingga September 2022 di 34 provinsi yang mencakup 76 kota dan kabupaten dengan responden sebanyak 14.634 orang yang berusia antara 15 hingga 79 tahun. Survei dilakukan dengan metode wawancara secara tatap muka dan dibantu dengan sistem Computer-Assisted Personal Interviewing (CAPI).

Friderica berharap hasil SNLIK dapat menjadi dasar bagi OJK dan seluruh pemangku kepentingan untuk membuat kebijakan, menyusun strategi, dan merancang produk dan layanan keuangan yang sesuai kebutuhan konsumen serta bisa meningkatkan perlindungan masyarakat.

OJK, kata dia, juga berupaya meningkatkan inklusi keuangan di masyarakat antara lain dengan menyelenggarakan Bulan Inklusi Keuangan (BIK) pada Oktober 2022.

BIK, kata Friderica, juga menjadi upaya untuk mendorong pencapaian target inklusi keuangan sebesar 90 persen pada 2024, serta guna mendukung pelaksanaan program pemulihan ekonomi nasional.

Baca Juga: