Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta segera memiliki ikon baru di Ibu Kota. Yakni mass rapid transit (MRT), sebagai sarana transportasi publik yang akan memudahkan pergerakan warganya dengan harga murah. Transportasi massal berbasis rel ini akan melayani jalur Lebak Bulus hingga Bundaran Hotel Indonesia.

PT MRT Jakarta mencatat, progress pembangunan proyek itu sudah mencapai mencapai 74,89 persen. Terdiri dari pengerjaan jalur layang atau elevated section sebesar 62,42 persen dan jalur bawah tanah atau underground section 87,48 persen. Jalur ini akan memiliki 13 stasion di sepanjang jalurnya.

Untuk mengetahui bagaimana operasional MRT ke depannya, reporter Koran Jakarta, Peri Irawan mewawancarai Direktur Operasional dan Pemeliharaan PT MRT Jakarta, Agung Wicaksono. Berikut petikannya:

Sebenarnya, berapa banyak penumpang yang bisa diangkut MRT?

Dari kajian kami 2010, akan ada 173 ribu penumpang yang bisa kami angkut setiap harinya.

Berapa rangkaian yang disiapkan untuk itu?

Kita siapkan 16 rangkaian kereta. Namun yang akan kita operasikan maksimal hanya 14 rangkaian kereta pada jam sibuk. Setiap rangkaian, akan mengangkut delapan mobil. Jadi, estimasinya itu dalam satu rangkaian bisa mencapai maksimal 2.000 orang. satu hari kita habis 173 ribu penumpang, di jam sibuk.

Berapa lama headway yang akan diatur?

Setiap lima menit sekali, rangkaian kereta itu ada di stasiun. Itu pada jam sibuk. Sedangkan di luar jam sibuk, headway yang kami rencanakan setiap 10 menit. Nah, 2.000 orang itu kalau hitungannya, setiap kursi terisi, kemudian setiap orang berdiri dan bisa berpegangan.

Anda menjamin, headway kereta MRT datang setiap 5 menit?

Iya. Kita mendesain saat ini setiap lima menit. Tapi sebenarnya, kalau teknologi seperti itu, di negara yang maju bisa setiap 2 menit sekali bakal penuh. Kalau kita lihat sekarang perhitungan kapasitasnya 173 penumpang per hari masih bisa bertambah lagi. Seperti kita lihat commuter line sekarang itu hampir satu juta.

Rencananya targetnya sampai 1.2 juta penumpang. Artinya sudah hampir 10 kali lipatnya MRT, tentu dengan jangkauan lebih luas. Kalau nantinya rider ship kami bertambah lebih banyak dari 173 ribu, masih ada ruang cukup menambah frekuensi headway. karena kita pakai teknologi CBCT, ini paling mutakhir. Sehingga bisa menjamin akurasi.

Lalu, bagaimana dengan harga tiket?

Harga tiket itu mesti diputuskan pemerintah dengan konsultasi di DPRD. Ini sesuai yang butuh proses panjang. Kalau kita lihat benchmark dari berbagai negara, rata-rata harga tiket itu sekitar 13.000 rupiah. Sekarang tergantung pemerintah, mau mensubsidi berapa harga tiket. Misalnya 10.000 saja, kemalahan kan repot juga. Selain dari benchmark, kita juga sedang menghitung biaya aktual untuk operasi dan pemeliharaan atau OM cost.

Berapa sebenarnya OM cost unyuk MRT ini?

Kami sedang menghitung sampai detailnya. Karena ini tergantung biaya komponennya yang kita miliki. Komponen ini pun disupplay oleh kontraktor berbeda. Biaya komponen masing-masing masih dipilah.

Bagaimana konfigurasi sebenarnya harga tiket itu?

Jadi, ada beberapa. Pertama biaya dari komponen itu sendiri. Lalu konfigurasi dari komponen yang berdampak pada aktivitas pemeliharaan. Maintenance-nya berapa sering. Kemudian juga, apakah nanti perihal pemeliharaan kita melakukan sendiri atau justru ada pihak ketiga yang lebih kompeten. Sebab kita ada perusahaan baru. Ini bisa berdampak terhadap harga tiket.

Bagaimana pertimbangan harga tiket moda transportasi lain?

Saya rasa bagi kita tidak perlu banyak perdebatan. Misalnya, Transjakarta diputuskan oleh Pemprov DKI Jakarta. Tiket Transjakarta sebesar 3.500 rupiah itu kan dengan subsidi. Ibaratnya, kalau kita ingin mempertimbangkan itu, tentu pemerintah perlu mensubsidi kita. namun yang lebih penting, adalah aspek integrasinya. Karena Transjakarta ini bisa berperan sebagai feeder untuk MRT akan sangat menentukan jumlah penumpang MRT untuk naik. Dengan banyak orang tertarik, tentu harga tiketnya semakin rendah.P-5

Baca Juga: