JAKARTA - Perguruan tinggi di Indonesia baik negeri maupun swasta memiliki potensi besar untuk berkontribusi dalam penyelesaian masalah-masalah yang ada di masyarakat. Begitu juga dengan perguruan tinggi di wilayah-wilayah timur Indonesia.

Pemerintah harus menginisiasi perguruan tinggi dalam program-program pembangunan. Jika perguruan tinggi adalah mata air, maka pemerintah harus membuat saluran-saluran agar air bisa mengalir ke rumah, ke sawah, ke segala arah.

Salah satunya upaya pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk mendorong keterlibatan perguruan tinggi di masyarakat melalui Matching Fund. Salah satu program dalam ekosistem Kedaireka tersebut mendorong hilirisasi riset perguruan tinggi.

Dalam program Matching Fund Kedaireka harus berkolaborasi dengan mitra seperti industri dan pemerintah daerah. Pemerintah akan mendanai penelitian sepadan dengan investasi dari mitra industri.

Dua tahun program berjalan, antusiasme perguruan tinggi beserta mitra mengalami peningkatan. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Diktiristek), Kemendikbudristek, perguruan tinggi yang terlibat pada tahun 2022 sebanyak 509 kampus. Jumlah tersebut naik 249 persen dari tahun 2021 yang hanya diikuti 146 perguruan tinggi.

Persentase peningkatan tinggi juga terjadi di wilayah Indonesia Timur khususnya Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), Maluku, dan Papua. Dari 20 proposal yang masuk pada tahun 2021 meningkat 700 persen menjadi 145 pada tahun 2022.

Pelaksana tugas (Plt.) Sekretaris Direktorat Diktiristek, Kemendikbudristek, Tjitjik Sri Tjahjandarie, menerangkan, mulai tahun 2021 pihaknya melakukan berbagai strategi untuk mendiseminasikan program Matching Fund ke seluruh wilayah Indonesia, termasuk wilayah Indonesia Timur. Pihaknya juga melakukan pendampingan agar pihak perguruan tinggi dan mitra mendapat penjelasan dan pembelajaran secara langsung. "Itu salah satu yang membuat mereka tahun ini bisa jumlah proposalnya meningkat," ujarnya kepada Koran Jakarta.

Kekayaan Kelor

Salah satu karya Matching Fund Kedaireka berjudul "Pangan Sehat Lokal Berbasis Kelor untuk Peningkatan Gizi Balita, Ibu Hamil, dan Menyusui" yang diketuai Ketua Prodi Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri, Universitas Mataram, Satrijo Saloko. Melalui penelitian tersebut, Satrijo mencoba mengajak kembali masyarakat NTB mencegah stunting atau gizi buruk.

"Sekarang penelitian tentang daun kelor sendiri sudah menunjukkan kelor kaya akan vitamin, protein, senyawa bioaktif, mineral, dan lain sebagainya. Ini sangat bagus untuk peningkatan gizi masyarakat apalagi kalau kita kaitkan dengan anak stunting, ibu hamil dan menyusui," ujar Satrijo kepada Koran Jakarta, di tengah Focus Group Discussion (FGD) sebagai bagian dari pelaksanaan program Matching Fund Kedaireka, Pekan lalu.

Satrijo menuturkan, masyarakat NTB sudah terbiasa mengonsumsi kelor sejak zaman nenek moyang sampai hari ini. Di sisi lain, prevalensi stunting di provinsi tersebut menjadi sorotan dengan persentase 31,6 persen.

Dalam pelaksanaan program, Satrijo bekerja sama dengan CV. Tri Urami Jaya. Adapun lingkup kolaborasinya yaitu menghasilkan produk berbahan dasar kelor seperti cookies dan minuman kesehatan. "Ini kekayaan kelor tidak hanya sebagai pangan untuk mencegah stunting, tapi juga dari segi ekonomi. Agar masyarakat bisa makan makanan bergizi tentu perlu dana," katanya.

Dia menerangkan, program Matching Fund Kedaireka tersebut sekaligus bagian dari pemenuhan Indikator Kinerja Utama (IKU) perguruan tinggi. Beberapa hal terkait yaitu ada 9 orang mahasiswa ikut program penelitian, dosen berkegiatan di luar kampus, praktisi mengajar, dan publikasi internasional.

Dia berharap, pengentasan stunting melalui produk pangan lokal semakin digalakkan berbasis masyarakat. Menurutnya, pemerintah bisa mengarahkan baik melalui program maupun edukasi kepada masyarakat.

Pemberdayaan SDM

Selain kelor, banyak program Matching Fund Kedaireka yang menerima pendanaan dari Indonesia Timur menjadikan kekayaan alam sekitar sebagai objek garapan. Selain itu, ada juga program yang fokus dalam pemberdayaan Sumber Daya Manusia (SDM).

Tim Dosen Universitas Pendidikan Muhammadiyah (Unimuda) Sorong, mengajukan proposal berjudul "Branding Produk UMKM Kabupaten Sorong melalui Ok-Pace". Penelitian tersebut bekerja sama dengan Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM, Kabupaten Sorong dalam rangka mengoptimalisasi keterampilan bisnis UMKM melalui pariwisata lokal dan E-Commerce.

Ketua Tim Dosen Unimuda Sorong, Syafira Putri Ekayani, mengatakan, terjadi banyak permasalahan pada UMKM di Kabupaten Sorong, khususnya pada bidang kuliner dan kerajinan. Masalah tersebut mencakup branding, packaging, dan pemanfaatan media digital.

Program yang dilakukan berupa pembinaan melalui serangkaian pelatihan pada bulan September-Oktober mencakup branding, labeling, dan pelatihan digitalisasi produk. Pada bulan November akan diadakan event berupa Creative Market sebagai ruang untuk memamerkan hasil dari pelatihan yang telah dilakukan.

"Kami harap kolaborasi kami untuk melakukan pembinaan UMKM melalui serangkaian pelatihan ini akan meningkatkan kualitas dan membawa dampak positif pada masyarakat luas, khususnya di Kabupaten Sorong," ucapnya.

Sementara itu, Dosen Universitas Ottow Giessler Papua, Fegie Yoanti Wattimena mengatakan pihaknya bekerja sama dengan Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kabupaten Jayapura dalam Matching Fund Kedaireka. Adapun proposal yang diajukan berjudul "Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Manusia Berbasi TIK dan Literasi Digital".

Hasil dari kolaborasi tersebut adalah pelatihan selama tiga hari di Distrik Nimboran dengan jumlah peserta sebanyak 30 orang. Dia berharap, peserta dapat menerapkan materi dalam kehidupan sehari-hari seperti kegiatan administrasi atau usaha-usaha yang berkaitan dengan TIK dan literasi digital.

"Kami juga insan pendidikan tinggi terlibat dalam mewujudkan program atau visi misi dari Diskominfo Kabupaten Jayapura untuk mewujudkan atau meningkatkan kapasitas sumber daya manusia yang berbasis TIK dan literasi digital," terangnya.

Program Afirmasi

Plt. Direktur Jenderal Diktiristek, Kemendikbudristek, Nizam, mengungkapkan, tantangan program Matching Fund di wilayah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T) seperti jumlah perguruan tinggi, peneliti, dan industri yang sedikit. Menurutnya, hal tersebut membuat jumlah proposal di wilayah 3T tidak sebanyak Pulau Jawa.

"Jadi ini salah satu latar belakang kalau kita melihat sedikit atau banyak harus melihat populasinya dan melihat perguruan tingginya," katanya.

Dia menambahkan, pihaknya mendorong perguruan tinggi besar untuk peduli terhadap program pembangunan di 3T melalui program sosial seperti penanganan stunting. Ada 27 perguruan tinggi yang terlibat dalam program tersebut. "Banyak yang kita afirmasi mendorong perguruan tinggi dan mereka harus kerja sama dengan industri setempat dan mendapatkan penguatan kapasitasnya," terangnya.

Pihaknya juga menyiapkan program Kolaborasi Sosial Membangun Masyarakat (Kosabangsa). Program tersebut untuk mendorong perguruan tinggi mengatasi isu-isu kesenjangan sosial dan ekonomi di masyarakat, tapi tidak harus ada kolaborasi dengan industri. "Ini versi Kedaireka yang sifatnya CSR untuk pengembangan pemberdayaan masyarakat," tandasnya. (ruf/S-2)

Baca Juga: