Pengamat Tata Kota Nirwono Yogo mengatakan, kebijakan Pemprov DKI Jakarta tidak melakukan normalisasi sungai dan hanya melakukan pembangunan drainase vertikal (sumur resapan) di tepi jalan hanya membantu mengurangi genangan lokal, tidak mengurangi banjir secara signifikan. Langkah tersebut dinilai memboroskan anggaran (meskipun menggunakan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dari pusat.

"Penambahan pompa mobile tidak akan banyak membantu jika pemda dki tidak serius mengatasi sumber penyebab banjir, " kata Nirwono.

Lebih lanjut, Nirwono menegaskan kegiatan gerebek lumpur merupakan kegiatan yang seharusnya dilakukan sepanjang tahun tanpa perlu seremonial.

"Pemasangan alat pencatat curah hujan di 267 kelurahan tidak akan bermanfaat banyak hanya sekadar memberikan informasi saja," tuturnya.

Menurut Nirwono, untuk mengatasi banjir Jakarta maka yang harus dilakukan yakni Membenahi 13 sungai utama, merelokasi pemukiman warga, melebar dan mendalami sungai.

"Untuk mengatasi banjir kiriman yang terjadi kemarin hingga siang ini seperti di Rawajati dan Kebon Pala. Karena luapan kali ciliwung dan bintaro, pondok pinang, petukangan utara merupakan luapan kali pesanggrahan, " jelasnya.

Kendati begitu, Nirwono menuturkan Pemprov DKI sebaiknya merevitalisasi 109 situ/danau/embung/waduk (sdew) yang ada di Jakarta dan menambah 20 waduk baru (2030).

"Fungksinya untuk menampung luapan atau limpasan air dari sungai maupun saluran air terdekat," ungkapnya.

Nirwono menjelaskan, merehabilitasi seluruh saluran air kota dan terhubung dengan 109 sungai untuk menampung air dan cadangan air baku. "Karena untuk mengatasi banjir lokal seperti yang terjadi kemarin di Jalan Falatehan Blok M, Jalan Dharmawangsa, Jalan Panglima Polim di Jakarta Selatan," sambungnya.

Kemudian, Nirwono mengaku menambah RTH baru sebagai daerah resapan air kota untuk menampung limpasan air de saluran air terdekat.

"Merestorasi kawasan pesisir pantai sepanjang 500m ke arah daratan bebas bangunan dan permukiman untuk mengatasi banjir rob seperti yang terjadi di martadinata, penjaringan dan pluit," jelasnya.

Sebelumnya, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta memilih trotoar dibuat sebagai sumur resapan disebabkan keterbatasan tempat. Pemprov memastikan tempat diatas trotoar tidak mengganggu fungsinya.

"Jadi tidak masalah, sudah dicek SDA (sumber daya air) karena keterbatasan tempat jadi dicari tempat yang baik, ternyata dimungkinkan karena memang di situ dibutuhkan resapan air," kata Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria ditemui di Jakarta, Jumat (12/11).

Baca Juga: