Program Organisasi Penggerak (POP) yang digagas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sempat menuai polemik sebab diduga terdapat konflik kepentingan dalam pemilihan organisasi-organisasi yang terlibat.
Hal tersebut membuat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menunda pelaksanaan POP tersebut pada tahun 2021 dan merealokasikan anggaran program tersebut untuk bantuan subsidi paket data internet bagi pendidik dan peserta didik.
Polemik POP tersebut juga menimbulkan keresahan, terutama dalam perencanaan program-program yang dilakukan Kemendikbud. Lebih jauh lagi dalam pelaksanaan bantuan subsidi paket data internet ini diharapkan dana yang digelontorkan sebesar 7,2 triliun rupiah bisa tepat sasaran dan berdampak pada pembelajaran.
Untuk mengupas hal tersebut, Koran Jakarta mewawancarai Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud, Iwan Syahril. Berikut petikan wawancaranya.
Sejauh mana Kemendikbud memastikan efektivitas program termasuk dari segi penganggaran?
Kami memastikan tak ada program mereka yang tumpang tindih. Anggaran yang digelontorkan dipastikan tak akan mubazir. Lalu anggaran yang ada, enggak tumpang tindih sebab semua masing-masing memiliki orientasi sendiri-sendiri.
Termasuk program peningkatan kompetensi guru?
Itu juga termasuk. Meskipun tampak mirip, tapi program yang dia jalankan memiliki tugas dan fungsi masing-masing. Kami ada program guru penggerak yang fokusnya untuk meningkatkan kompetensi guru-guru yang baik dan untuk menjadi leadership-nya. Kita ingin membentuk generasi kepemimpinan pendidikan Indonesia yang berorientasi pada pembelajaran murid.
Sementara Program Organisasi Penggerak (POP) berbeda. POP bukan sekadar membangun ekosistem pendidikan yang baik di sekolah. Kami ingin melihat ide-ide yang ada untuk bisa membantu peningkatan akselerasi kemampuan murid dalam hal literasi numerasi dan karakter. Jadi bukan pada organisasinya.
Program sekolah penggerak adalah untuk membangun ekosistem sekolah sebagai tempat pengembangan guru. Karena kita percaya pelatihan guru itu harusnya berbasis sekolah. Jadi laboratoriumnya ada di sekolah, jadi sekolah tidak bagus sendiri, tapi juga membuat bagus sekolah yang lain. Jadi ada fokus berbeda jadi tidak tumpang tindih.
POP sendiri sempat menuai polemik, bagaimana tanggapan Anda?
Kami sangat senang menerima masukan-masukan untuk bagaimana kita bisa meningkatkan kualitas kita bersama-sama. Tentunya ini sangat penting menjadi bagian gotong royong, bagaimana kita bersama-sama untuk pendidikan.
Kami juga mulai menjalin diskusi dengan organisasi-organisasi yang keberatan dengan POP kemarin, salah satunya dengan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Bahwa pada saat ini, dan ini usulan dari PGRI yang kita masukkan yang kita apresiasi, anggaran POP tahun ini kita alihkan untuk bantuan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) khususnya bantuan untuk internet di masa pandemi.
Terkait bantuan subsidi paket data internet, apakah guru honorer juga mendapat bantuan itu?
Apakah guru honorer gitu dapat? jawabannya iya. Asal guru terdaftar di Data Pokok Pendidikan baik itu guru PNS ataupun guru non-PNS. Untuk proses yang terjadi saat ini, yang bisa saya sampaikan adalah kita sedang cek dan recheck datanya supaya kembali lagi ini betul-betul valid dan mencapai sasaran.
Kami juga diingatkan untuk bisa berhati-hati karena potensi nanti ini bermasalah dengan data ya. Terutama data itu ada dan ini kita harus pastikan bahwa ini tidak menjadi masalah nanti di kemudian hari.
Lebih jauh ada guru honorer yang sudah lulus menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) pada tahun 2019, tapi belum mendapat Surat Keputusan (SK). Bagaimana tanggapan Anda?
Untuk guru yang sudah lulus P3K di 2019 itu agar bisa mendapat SK pada tahun 2021. Kita terus mendorong komunikasi kita dengan Kemenpan-RB supaya pada saat ini di Sekretariat Negara, Peraturan Presiden untuk gaji dan tunjangan itu untuk diterbitkan.
Begitu pula dengan pembukaan formasi P3K lanjutan bagi guru honorer. Kami akan mengupayakan pembukaan formasi untuk tahun 2021. n m aden ma'rup/P-4