LONDON - Pemimpin separatis Donetsk yang didukung Rusia mengatakan pada Minggu (12/6), tidak ada alasan untuk memaafkan dua warga negara Inggris yang dihukum mati minggu lalu. Keduanya tertangkap saat bertempur untuk Ukraina. CNA melaporkan, Senin (13/6).

Pengadilan pemerintah Republik Rakyat Donetsk, Kamis (9/6), menyatakan bersalah dua warga Inggris, Aiden Aslin dan Shaun Pinner, serta seorang warga Maroko Brahim Saadoun atas aktivitasnya sebagai tentara bayaran untuk menggulingkan republik itu. Donetsk memisahkan diri dari Ukraina dan membentuk negara sendiri dengan dukungan Rusia.

Pemerintah Inggris mengatakan, Aslin dan Pinner merupakan mantan tentara dan seharusnya, di bawah Konvensi Jenewa, dibebaskan dari tuduhan ikut serta dalam pertempuran. Sementara itu, separatis pro-Rusia yang memerintah Donetsk mengatakan, mereka berdua melakukan kejahatan berat dan memiliki waktu satu bulan untuk mengajukan banding.

"Tidak ada alasan atau prasyarat apa pun buat saya untuk memberikan pengampunan," kata Denis Pushilin, pemimpin republik separatis, seperti dikutip kantor berita Rusia.

Donetsk dan Luhansk merupakan dua wilayah di Donbas yang memisahkan diri dari Ukraina dengan dukungan Rusia. Kremlin mengatakan Rusia bertempur untuk menyingkirkan seluruh kendali Kiev di wilayah itu.

Tiga hari sebelum invasi ke Ukraina 24 Februari, Presiden Rusia Vladimir Putin mengakui dua wilayah itu sebagai negara merdeka. Ukraina dan Barat mengutuknya sebagai gerakan ilegal.

Keluarga Aslin mengatakan, Aslin dan Pinner "bukan dan tidak pernah menjadi tentara bayaran".

"Mereka tinggal di Ukraina ketika perang pecah. Dan sebagai anggota angkatan bersenjata Ukraina, mereka seharusnya diperlakukan dengan hormat seperti tahanan perang lainnya," kata keluarga Aslin dalam sebuah pernyataan.

Baca Juga: