Bank sentral AS fokus mengerem inflasi dengan menaikkan suku bunga acuan secara agresif untuk mendinginkan permintaan kredit meskipun dibayangi spekulasi resesi ekonomi di dalam negeri.

WASHINGTON - Bank sentral Amerika Serikat (AS) atau Federal Reserve (The Fed) tetap fokus pada kebijakan moneter ketat untuk mengendalikan inflasi tinggi di negara ekonomi terbesar di dunia tersebut. Bahkan, bank sentral cenderung mengesampingkan kebijakan pro pertumbuhan.

Sejumlah pembuat kebijakan The Fed, Selasa (28/6), menjanjikan kenaikan suku bunga acuan atau Fed Fund Rate (FFR) lebih lanjut secara cepat untuk menurunkan inflasi tinggi. Namun, langkah tersebut memicu kekhawatiran di antara investor dan ekonom bahwa kenaikan FFR akan mendorong lonjakan bunga kredit. Tingginya biaya pinjaman akan menghambat aktivitas bisnis sehingga memicu penurunan ekonomi secara tajam.

"Banyak yang khawatir bahwa The Fed mungkin bertindak terlalu agresif dan mungkin mendorong ekonomi ke dalam resesi," kata Presiden Fed San Francisco, Mary Daly, dalam wawancara di LinkedIn, Rabu (29/6) WIB. "Saya sendiri khawatir jika tidak terkendali, inflasi akan menjadi kendala dan ancaman utama bagi ekonomi AS dan ekspansi yang berkelanjutan."

Karena itu, lanjut Daly, The Fed mengerem inflasi dengan menaikkan suku bunga acuan untuk mendinginkan permintaan pinjaman. Meskipun dibayangi spekulasi resesi ekonomi di dalam negeri, Daly mengakui ekonomi akan melambat tetapi tidak berhenti tumbuh.

Seperti diketahui, The Fed pada awal Juni ini menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 basis poin (bps) menjadi di kisaran 1,5-1,75 persen untuk memerangi inflasi yang berada pada level tertinggi 40 tahun terakhir. Kenaikan bunga acuan tersebut terbesar sejak 1994. Bahkan, The Fed diperkirakan menaikkan lagi FFR sebesar 75 bps pada bulan depan.

Proyeksi ekonomi menunjukkan inflasi AS diprediksi turun menjadi 2,6 persen pada akhir 2023, dan kemudian menjadi 2,2 persen pada akhir 2024. Untuk tingkat pengangguran, proyeksi median pejabat The Fed memperkirakan berada di level 3,7 persen pada akhir tahun ini, sedikit naik dari 3,6 persen saat ini. Proyeksi median tingkat pengangguran akan mencapai 3,9 persen pada 2023 dan 4,1 persen pada 2024.

Bergerak Cepat

Hal senada juga disampaikan Presiden Fed New York, John Williams. Menurutnya, bank sentral perlu bertindak tegas untuk mengekang inflasi. "Kita perlu bergerak cepat," kata Williams dalam wawancara di CNBC. "Dalam hal pertemuan kami berikutnya, saya pikir 50 (basis poin) atau 75 jelas akan menjadi perdebatan."

Williams memperkirakan tingkat pengangguran naik sekitar 0,1 poin persentase, dari level 3,6 persen saat ini. Meski demikian, dirinya optimistis pasar tenaga kerja kuat dan ekonomi memiliki momentum yang cukup. Karena itu, dia pesimistis ekonomi AS akan terperosok dalam jurang resesi.

Sementara itu, dalam esai yang diterbitkan Selasa (28/6), Presiden Fed St. Louis, James Bullard mencontohkan kenaikan FFR pada 1983 dan 1994 tidak memicu resesi. Karena itu, dia menilai bank sentral perlu mencontohnya.

"Panduan ke depan The Fed bahwa kenaikan suku bunga kebijakan tambahan kemungkinan dalam beberapa bulan mendatang adalah langkah yang disengaja untuk membantu FOMC lebih cepat memindahkan kebijakan yang diperlukan untuk membawa inflasi kembali sejalan dengan target The Fed 2,0 persen," tulis Bullard.

Baca Juga: